Saturday, December 18, 2021

Air Mata Desember

    Tepat satu minggu  yang lalu, duniaku berputar tidak karuan. Semuanya menjadi menyeramkan dan yang aku takutkan hanyalah satu, perihal kehilangan. 
    Kalau boleh jujur, bulan Desember adalah bulan yang unpredictable. Dimulai dari masalah abu-abu bersama seorang sahabatku hingga akhirnya seorang teman menyadarkanku bahwa sahabat yang baik akan menjaga komunikasi bukan memperumit keadaan. Sejak itulah saya sudah tidak lagi menangis ketika melihat foto kami bertiga bahkan foto yang saya pajang di kamar kos sengaja saya putar balik supaya saya tidak menangis seperti orang gila. Benar, kehilangan sahabat memang menyakitkan. 
    Setelah drama persahabatan, saya kembali dilanda sakit hati yang luar biasa. Bagaimana tidak, seorang laki-laki yang saya sukai selama 7 tahun ternyata tidak menyukai saya, hahahaha lol! Fyi, ini pertama kali saya berani go public akan perasaan sendiri yang ternyata bertepuk sebelah tangan. Mengetahui fakta tersebut tentu saya sakit hati luar biasa, tetapi tuhan Maha baik kepada hambanya sehingga membuat saya sibuk dengan kegiatan organisasi dan pada akhirnya mau nangis pun tidak ada waktu. Setelah berhasil move on dengan semua kesedihan itu, tuhan kembali memberikan saya kebahagiaan yang berkali lipat, mulai dari mendapat pekerjaan untuk mengajar sampai rezeki lainnya. 
    Tepat pada tanggal 6 Desember 2021 malam Selasa, saya memutuskan untuk pulang kampung dengan alasan hanya rindu dan akan pulang hanya dalam waktu seminggu. Rencana kepulangan tersebut memang sungguh dadakan, tetapi dengan niat dan tekad, akhirnya hari Selasa jam 12.00 saya tiba di rumah. 
    Sebelum saya lanjutkan, saya ingin mengajak teman-teman flashback. Beberapa hari sebelum saya pulang, saya sangat takut terhadap kematian. Selain karena waktu itu terdapat banyak sekali artis sampai selebgram yang meninggal, saya juga merasa sangat takut kematian akan segera menghampiri saya. Perasaan takut tersebut juga saya ceritakan kepada dua sahabat saya yang biasa saya sebut kelors. Dari saking gilanya, saya sampai memberikan wasiat bahwa apabila saya beneran meninggal dalam waktu dekat, saya ingin semua sosial media saya dihapus karena saya pribadi takut untuk melihat foto orang yang sudah meninggal, jadi saya tidak mau foto saya tetap dilihat orang lain. 
    Ok, flashback sudah selesai. Setibanya di rumah, seperti biasa kegiatan rumah mulai menyapu, mencuci piring, dan memasak juga saya ikut membantu. Pada hari Jumat, saya bersama ibu sowan ke pesantren karena sudah lama kami tidak sowan. Sebelum berangkat sowan, ibu memang mengeluh sakit kepala, tetapi namanya juga ibu, kuatnya minta ampun padahal sudah saya larang untuk tetap berangkat. Setibanya di pesantren, ibu muntah. Tentu saya sangat panik karna jarak pesantren ke rumah kami sangat jauh dan harus ditempuh dengan perjalanan kurang lebih satu jam setengah. Singkat cerita, saya sowan sendirian dan menyuruh ibu untuk tidur di kamar santri. Setelah sowan dan bertemu dengan teman-teman sebentar, kami segera pulang. Sebelum naik ke atas motor, ibu kembali muntah. Saya tetap berusaha untuk tenang dan membantu ibu untuk naik ke motor dan tidak lupa juga dibantu oleh teman-teman yang sudah saya anggap saudara sendiri di pesantren. Karena saya menyetir motor, akhirnya saya meminta ibu untuk memeluk saya dengan erat karna takut ibu pusing dan jatuh. Motor saya bawa dengan kecepatan tidak seperti biasanya. Saya sudah tidak ada pikiran kecuali membawa ibu ke dokter dengan secepat mungkin. Selama perjalanan pulang, ibu muntah darah sebanyak enam kali dan selama itu juga saya tau rasanya sesak melihat orang tua sakit. Saya semakin ingin menghilang dari dunia ketika dokter yang akan memeriksa ibu ternyata sedang diluar. Ahhhh "Fuck" kata itu yang saya lontarkan kepada diri sendiri. 
    Keadaan ibu sudah semakin lemas, bibirnya pucat, dan kami hanya berdua. Karena tidak ada pilihan lain, saya membawa ibu pulang ke rumah dan segera mencari dokter lain untuk datang ke rumah. Sialnya lagi, semua dokter di puskesmas terdekat sedang pergi liburan ke luar kota. Saya kembali emosi karena orang yang harusnya merawat masyarakat justru sedang liburan padahal masyarakat sedang butuh mereka walaupun saya tidak tau alasan mereka, namanya juga sedang emosi. Karena saya tidak ingin menunggu lebih lama, saya segera menelfon seluruh sepupu untuk membantu mengantar ibu ke rumah sakit karena saya sadar kalau anak tunggal dan masih bergantung kepada sepupu-sepupu terutama untuk merawat ibu. Selama perjalanan ke rumah sakit, ibu tidak membuka mata sama sekali dan diare. 
    Ibu di UGD selama kurang lebih 30 menit dan saya tetap berusaha untuk tenang dan menahan air mata yang sebenarnya sudah mau jatuh. Hari Sabtu-Minggu, saya seperti manusia yang tidak mau ada di dunia karena ibu kondisinya sedang kritis. Mata ibu terpejam selama 2x24 jam. Waktu itu adalah waktu dimana saya hancur tetapi harus tetap bangkit. Karena ada sepupu yang menjaga ibu, akhirnya saya pulang ke rumah sebentar untuk mengambil sarung ibu dan juga menyiapkan makanan untuk pak tukang yang sedang bekerja. Saya berharap untuk menangis selama perjalanan, tetapi tidak bisa. Dada saya sesak bahkan ingin rasanya waktu itu saya memeluk semua orang dan meminta orang-orang untuk mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. 
    Setelah berhasil melewati masa kritis, pada hari Senin, ibu bisa membuka mata dan mulai tersenyum melihat saya yang berusaha untuk melawak demi menghibur ibu. Tuhan Maha baik, tuhan tidak pernah meninggalkan hambanya . syukron yaa rabb. Allah SWT mengabulkan doa saya untuk kesembuhan ibu sehingga pada hari Selasa, ibu minta untuk dibawa pulang dan akhirnya bisa sehat seperti semula. 
    In the end of the day, only Allah SWT who can make me feel "everything is gonna be okay". Saya belum bisa mandiri karena pada kenyataannya saya masih membutuhkan semangat dari banyak orang, sahabat, dosen, guru, dan keluarga. Semoga kita semua selalu sehat, panjang umur dan lancar rezeki aamiin Allahumma aamiin.

Saturday, December 4, 2021

Berani Merantau, Berani Mendapat Resiko

    Biaya Hidup versi anak rantauan
Sebelum merantau, sering sekali mendengar orang-orang memberikan peringatan untuk tidak mengambil risiko dengan merantau disebabkan biaya hidup yang katanya mahal luar biasa. Fyi, menulis tulisan ini bukan berarti aku sudah mandiri, tetapi aku hanya ingin meluruskan sesuatu yang sering ditakuti oleh semua orang, yaitu biaya hidup. 
    Gini loh mas, mbak, wkwkwk ketika merantau, yang mahal itu bukan biaya kuliah atau makan, tetapi justru gaya hidup. Kalau kita mengikuti trend kekinian, ya jangan berharap uang 100k bisa cukup seminggu wkwkw. Ok, biar jelas aku coba rinci satu persatu. 
    Biaya kuliah di PTN biasanya yang sudah kelas sultan 8 juta, tetapi jangan khawatir karena banyak beasiswa yang ditawarkan tinggal bagaimana kita ikhtiar untuk mendapat beasiswa tersebut. Bagaimana sih caranya mendapat beasiswa? Gampang, kuncinya adalah belajar konsisten, ikuti lomba soal menang kalah urusan terakhir dan perbanyak pengalaman organisasi. Kalau dapat beasiswa, uang kuliah sudah aman loh wkwkw bahkan bisa-bisa dapat tambahan bonus misal uang saku. 
    Next, biaya makan. Jujur, ketika awal sampai Jogja, aku juga sempat mengalami yang namanya culture shock. Biaya makan di Jogja memang sedikit lebih mahal dari pada di kampung yang 3k/5k aku sudah bisa makan dengan lauk yang banyak. Namun, sampai di Jogja, justru 5k cuma bisa untuk nasi, tetapi itu waktu aku Maba. Oh iya, Jogja juga diwarnai oleh angkringan yang nasi kucingnya (karena porsinya seperti porsi kucing wkwkw) yang harganya kurang lebih 2.500, tetapi kalau porsi makanmu porsi kuli ya beda cerita wkwk. Singkat cerita, kalau kamu pintar dalam mencari warung yang murah, 5k sudah bisa dapat nasi + lauk kok, ya tapi ingat lauknya tidak seperti di rumah ya mas mbak wkwk, toh namanya merantau, ya belajar sederhana. Kalau ingin makan ayam yaaaa sulit karena minimal harus nyiapin duit kurang lebih 12k (nasi+minum). Ok cukup segitu ya soal makanan wkwkw. 
    Sekarang kita pindah ke biaya tempat tinggal alias kos. Kunci cari kos yang murah adalah kos yang tidak terlalu dekat dengan kampus karena semakin dekat dengan kampus, maka semakin mahal juga biaya kos. Loh kalau jauh gimana yul? Kalau tidak punya motor gimana? Don't worry! Di rumah sering jalan kaki kan? Masak jalan kaki 500m/1km aja nggak kuat wkwk. Biaya kos juga beda-beda tergantung fasilitas. Beruntungnya aku adalah penganut prinsip "asal bisa tidur, ada kamar mandi yang bersih, dan dekat dengan warung makan" sehingga jalan kaki ke kampus dan tidak ada fasilitas seperti AC, dan tempat olahraga sudah biasa. Kalau kata emmak, "hidup merantau itu ya belajar sederhana bukan mewah". Ya beda ceritanya kalau kamu pengin dapat kos yang ber AC, ada kasur, ada lemari, dan dekat dengan kampus, maka siapkanlah uang yang tidak sedikit wkwkw.
    Wah, sepertinya celotehan kali ini harus ku akhiri mengingat bis yang ku tumpangi untuk berangkat ngajar sudah hampir tiba wkwkw, ya aku menulis caption ini sambil duduk di bis menikmati kota Jogja dengan orang-orang yang mulai sibuk karena pada kenyataan nya hari ini sudah hari kerja kembali. Semangat

Monday, October 4, 2021

Sakit Mental Bukan Sebuah Mitos

     
     Walaupun hari kesehatan mental dunia masih tinggal beberapa hari lagi, tetapi aku butuh, butuh untuk menuliskan tentang apa yang perlu aku jelaskan, tentang apa yang mungkin orang lain rasakan, tentang apa yang mungkin sering diremehkan. Kesehatan mental, salah satu topik yang akhir-akhir ini viral. Namun, dengan ke viral an itu justru menurut aku sangat bagus karena orang-oang akan semakin sadar kalau mental bukanlah hal yang sepele. 
     Berbicara tentang mental, aku ingin mengaitkannya dengan seorang mahasiswa akhir. Konon katanya ujian terberat mahasiswa semester akhir adalah skripsi. Sebagai mahasiswa semester akhir yang baru menyelesaikan proposal, menurut aku bukan hanya persoalan skripsi yang menjadi ujian, tetapi juga tentang mental. Di semester akhir, akan banyak pertanyaan yang membuat kita takut, mulai dari pertanyaan kapan akan lulus, mau kerja dimana, mau melanjutkan studi kemana dan masih banyak pertanyaan lain yang sangat menyeramkan. 
     Selain pertanyaan-pertanyaan yang menyeramkan, hubungan pertemanan ataupun lebih dari pertemanan juga sangat memberikan pengaruh terhadap kesehatan mental. Di semester akhir, bukan teman yang hanya bisa diajak haha hihi yang dibutuhkan, bukan teman yang tajir ataupun ratu/raja Instagram, melainkan teman yang bisa memberikan support, tidak menuntut apa-apa dan bisa memahami satu sama lain. Mengirimkan pesan satu sama lain walaupun hanya untuk saling menanyakan kabar menjadi hal yang sangat mengharukan untuk anak-anak semester akhir. Namun, terkadang anak semester akhir lebih memilih untuk menyendiri di beberapa waktu. Mereka membutuhkan waktu untuk berbicara dengan diri mereka sendiri walaupun sebenarnya hal tersebut tidak hanya bisa terjadi pada anak semester akhir, akan tetapi juga di semua semester. 
     Dalam hal pertemanan, terkadang anak semester akhir sudah tidak lagi ahli dalam memecahkan masalah. Mereka sudah tidak lagi mau untuk mengingat masalah yang tidak kunjung mendapat jalan keluar entah apapun alasannya. Memang tidak baik, tetapi begitulah kenyataannya. Semester akhir tidak menyeramkan selama mental juga aman, so keep your mental's health everyone. you gaes deserve much better, you gaes are enough to be loved.

Saturday, September 11, 2021

"CIEEE" Sederhana dan Bermakna



     Semester tua, begitulah orang-orang menyebutnya. Semester tua bukan hanya tentang skripsi yang menurut orang-orang sangat menyeramkan karena kalau dikerjakan pasti bisa sidang wkwkw, melainkan tentang candaan teman-teman yang mulai berbeda. Dulu, ketika kami masih sama-sama mahasiswa baru dan belum basi, candaan kami hanya seputar dunia kampus seperti siapa yang lebih cepat lulus dan berapa banyak kegiatan kami. namun, akan sangat berbeda ketika kami sudah menginjak semester 7.                   Candaan kami mulai anti mainstream. banyak diantara kami yang candaannya adalah saling julid, artinya saling menjodohkan teman-teman entah serius atau tidak. Selain itu, pertanyaan nya pun juga seputar dunia percintaan. Why? Mungkin faktor U. Namun, dibalik faktor U, bisa jadi karena mereka kesepian wkwkw. Sedangkan orang yang seperti saya hahahah, justru menikmati masa semester tua dengan tidur di kos, baca buku ditemani indomie soto, ngopi sendiri, jalan-jalan sendiri dan rasanya merdeka.                  Sebagai korban yang selalu dijulidin, tentu saya merasa risih. Saya tidak mau dengan kata "cie cie" akan menjadi pengantar bertemunya saya dengan jodoh karena ceritanya kurang ber drama hahaha (bercanda). Parahnya adalah terkadang candaan pun bisa menjadi kenyataan hahaha karena tidak jarang orang yang dijadikan bahan julid justru bersatu hahaha. Unik bukan? terkadang suka heran, kenapa dengan kata "cie cie" lantas bisa membuat orang tertarik satu sama lain hahaha. Emang manusia sejatinya gampang terbalik hatinya seperti kalian yang sedang membaca tulisan ini, cieee hahaha.

Maaf kalau krik krik, tapi semoga kalian tidak suka aja hahaha bercanda. Semoga bermanfaat.

Tuesday, September 7, 2021

Kita Hanya Ingin Didengarkan, Bukan di Judge

Menurut Annisa Hapsari, social anxiety disorder, alias kecemasan sosial adalah rasa ketakutan ekstrem yang muncul ketika berada di tengah-tengah banyak orang.
Bagaimana rasanya jika kamu yang selalu berusaha untuk aktif dimanapun tiba-tiba takut untuk berkumpul dengan banyak orang?. Bagaimana rasanya jika ketika kamu bercerita bukanlah ketenangan yang kamu dapatkan, tetapi penilaian buruk yang mereka lontarkan?. 
Terakhir kali aku ingat akan momen dimana aku mengurung diri karena anxiety adalah pada tahun 2019 saat semuanya masih gelap gulita di pikiranku. Kini, anxiety itu kembali menyerang. Bukan karena tanpa alasan, tetapi apa yang aku takutkan terjadi. Orang-orang mengenalku sebagai perempuan kuat, tetapi apakah salah kalau aku masih berjuang dengan mentalku? Sekali dalam hidup, aku tidak mendapat kebebasan sekalipun hanya bermain. Aku merasa dibatasi, aku merasa dipermalukan di depan orang-orang dan sahabatku. Lantas, bagaimana jika orang yang kamu ajak cerita menilaimu sebagai orang yang lebay? Trust issue memang benar adanya. 
Sejak hari itu, hariku tak lagi bebas seperti biasanya, ketawaku ku bumbui dengan kemunafikan, nafsu makanku menurun sekalipun makan hanya karena beralasan kesehatan. Sejak hari itu, aku sulit fokus mengerjakan sesuatu. Aku tidak lagi percaya diri dalam berkegiatan. 
Hal paling besar yang aku rasakan adalah, aku takut untuk berkumpul dengan kumpulan orang tersebut. 
Ketika aku bercerita, bukan tanggapan yang aku harapkan. Aku hanya ingin didengarkan tanpa mendapatkan penilaian. 
Mental tidak bisa dilatih dengan waktu yang instant. Mental tidak hanya tentang hal besar, tetapi juga hal kecil yang menyakitkan. Sebagai sesama manusia, mungkin kita tidak merasakan apa yang orang-orang rasakan ketika mengalami depresi, anxiety disorder, dan masih banyak problem of mental lainnya. Namun, tugas kita hanyalah Mendengarkan dan menenangkan bukan memberikan penilaian.

Thursday, July 29, 2021

One Day Later

     Tulisan kali ini bukan tentang sebuah isu sosial yang menarik untuk dibahas, akan tetapi tentang isi pikiran yang sudah menumpuk dan ingin ku keluarkan. Di umur yang baru menginjak 21 tahun, aku mulai belajar bagaimana mengontrol yang namanya emosi, bagaimana belajar tentang sebuah penerimaan. Namun, hal yang paling sulit aku pelajari dan tetap ku usahakan adalah bahwa kita tidak akan selamanya bersama orang yang kita sayang entah karena keadaan ataupun kematian. 
    Beberapa hari terakhir, setiap hari aku mendengar kabar duka baik dari keluarga ataupun teman, mulai dari orang terdekat sampai yang paling jauh. Diakui atau tidak, kabar tersebut membuat aku takut. Namun, lagi dan lagi, dunia hanyalah tempat untuk mondok, mencari amal untuk bekal dan juga untuk menyiapkan diri menuju alam yang sesungguhnya.
 Selain belajar untuk menerima yang namanya perpisahan akan kematian, aku juga ingin belajar tentang bagaimana menerima yang namanya perubahan yang disebabkan oleh banyak hal, mulai dari keadaan ataupun usia. 
     Jika waktu kecil aku selalu percaya bahwa seorang teman atau sahabat akan selalu menggandeng tanganku kemanapun mereka akan pergi, di umur kali ini aku belajar bahwahal tersebut adalah sebuah kemungkinan yang bisa terjadi dengan diikuti oleh kata sifat “sulit”. Terkadang, keadaan menuntut kita untuk berjalan sendiri, menjauhi haha hihi, dan menfokuskan diri demi sebuah mimpi. Walaupun begitu, untuk alasan apapun, memutus tali silaturrahim merupakan sesuatu yang sangat tidak boleh dilakukan. Jarang melakukan sebuah komunikasi, interaksi secara langsung, dan juga curhat panjang kali lebar bukanlah sebuah ukuran akan renggangnya sebuah hubungan. Namun, hal tersebut hanyalah waktu untuk proses mendewasakan diri. 
     One day later, pasti ada waktu dimana kita akan duduk bersama orang yang kita sayang baik keluarga, teman, ataupun sahabat dan bercerita tentang hari-hari yang sudah kita lalui baik dengan taw ataupun air mata.

Tuesday, July 27, 2021

Renungan

    "Kita tidak bisa menebak masa depan, tapi kita bisa mengusahakannya" Kata ibu suatu hari ketika kami sedang siap-siap untuk tidur. Pengetahuanku tentang parenting memang belum seujung kuku, tapi melihat dan mengingat cara ibu mendidikku membuat aku mempunyai referensi tentang bagaimana aku harus mendidik anak-anakku kelak (yaelah sudah mikirin anak wkwkw). 
    Di rumah, ibu tidak hanya mengajari aku untuk rajin dalam mengikuti kuliah karena kata ibu, kuliah sudah menjadi kewajiban. Ibu mengajariku tentang cara multitasking. Sering sekali aku merasa kesal karena ibu suka menyuruh untuk melakukan satu kerjaan padahal kerjaan yang lain belum selesai. Namun, ketika aku renungkan kembali, cara mendidik ibu yang seperti itu ternyata membawa dampak yang sangat positif untuk aku. Di bangku kuliah yang sifatnya warna-warni, terkadang aku harus menghadapi yang namanya multitasking. Selain mengikuti kuliah online, terkadang aku harus ke kampus untuk mengurus berkas-berkas organisasi, mengikuti rapat offline, mengerjakan tugas disela-sela rapat. Badan memang rasanya seperti mau copot semua, tapi aku tidak kaget karena di rumah sudah terbiasa dididik untuk multitasking. 
    Selain di bangku kuliah yang sifatnya akademik, ternyata dampak positif didikan ibu juga aku rasakan dimana-mana termasuk di tempat KKN. Pesan ibu yang bilang kalau menjadi mahasiswa juga harus bisa mengerjakan sesuatu yang lain seperti menyuci, menyapu, memaku bambu berhasil membuat aku sadar kalau semua pesan ibu benar. Di tempat KKN tidak hanya berurusan dengan yang namanya bolpen dan buku bahkan waktu kami lebih banyak dihabiskan untuk mengabdi. Di saat seperti itulah semua pesan ibu mulai aku terapkan walaupun masih sering diri ini mengeluh dan butuh untuk terus belajar. Belajar dan belajar dimanapun kita berada!.

Sunday, July 18, 2021

Definisi KKN

    KKN, salah satu kegiatan mahasiswa tingkat akhir yang harus dijalani tidak hanya satu ataupun dua hari. KKN, salah satu ajang untuk mencari jodoh kata orang-orang, tetapi sepertinya hanya orang-orang yang niatnya ditambah jika menemukan hal tersebut. KKN, kesempatan untuk terjun bersama masyarakat dan sadar bahwa semua teori yang sudah dipelajari tidak semudah itu untuk diterapkan bahkan sama sekali tidak bisa. KKN, kegiatan untuk mengolah yang namanya emosi. Menurut aku, prestasi terbesar dalam KKN bukanlah membuat ataupun merealisasikan sebuah proker, dibalik hal itu ada sesuatu yang justru lebih sulit, yaitu menahan emosi dan bersabar. 
     Berkutat bahkan bolak-balik kampus demi proker sudah biasa ku lakukan di dunia kampus, tetapi tinggal bersama orang yang sama dalam 24 jam selain keluarga adalah sesuatu yang sangat asing di dalam hidupku. Banyak persamaan ataupun perbedaan yang terkadang bisa membuat tawa ataupun tangis. Sometimes, sekalipun orang yang dikenal sejak lama, belum tentu bisa menahan emosi kala bercekcok dengan kita di sebuah kegiatan yang namanya KKN. Hal itu juga normal karna lagi, perbedaan adalah hiasan, hiasan untuk kesabaran. 
     Seribu sifat akan kamu temukan dalam Dunia KKN, mulai dari orang yang kalem, alim, pintar, cerdas, caper, pemalas, bahkan sampai yang koplak. Orang yang memiliki kepribadian introvert bisa merasa sulit jika dihadapkan dengan KKN karena sejatinya orang yang introvert membutuhkan waktu untuk me-recharge energi mereka, sedangkan KKN menuntut untuk selalu keep smile everytime. Suatu hari, temanku pernah berkata bahwa kala kita capek, pergilah untuk menenangkan diri, bukan meninggalkan. Kala kita capek, dengarlah musik yang mungkin bisa membuatmu menjadi lebih baik. Kala kita capek, nangislah, teriaklah, dan lampiaskan amarahmu lewat tangisanmu. Semuanya butuh proses, semuanya butuh tangis, semuanya butuh tarikat, dan semuanya sudah ataupun akan indah pada waktunya. 
    Selamat Malam, semoga hari kita selalu dikelilingi dengan kebahagiaan.

Saturday, June 26, 2021

Bismillah Ikhlas

"Dunia hanya bersifat sementara"
     Aku tidak ingin menyalahkan keadaan dengan semua kesedihan di tahun 2021 ini, tetapi aku tetap butuh waktu untuk healing, untuk menerima semuanya dan untuk memulihkan keadaan. Dulu, sewaktu masih tinggal di pesantren, aku sangat bangga memperkenalkan keluargaku kepada teman-teman karena aku memanggil keluargaku dengan nama-nama yang unik. Salah satu anggota keluarga yang panggilannya unik menurutku adalah tiga saudara satu bapakku. Aku tidak mungkin menceritakan semua masa laluku karena yang ingin aku ceritakan hanyalah bagaimana bukti bahwa aku sangat beruntung memiliki tiga saudara sekalipun bukan saudara satu bapak dan satu ibu.
      Yuppu, Yussu', Yu'a, begitulah aku memanggil tiga saudaraku. Sebelum ada motor, setiap hari raya, bapak selalu mengantarkanku ke rumah mereka. Sebenarnya kami berkunjung tidak hanya waktu hari raya, tetapi hari raya adalah hari dimana semua kasih sayang benar-benar terlihat.
     Singkat cerita, bapakku dipanggil tuhan, tetapi kebiasaan kami mengunjungi saudaraku tetap ku lanjutkan ditemani sepupuku. Suatu hari sewaktu aku masih di pesantren, ibu mengabariku kalau tiga saudaraku terkena stroke. Aku nangis, aku mengakui kalau 3 hari itu aku nangis. Aku belum bisa menerima kalau ketika hari raya, Yussu' yang biasa menungguku di pintu rumahnya begitupun dengan Yuppu dan Yu'a harus ku temui dengan keadaan mereka yang sedang terbaring. Semua kejadian dalam hidup memang membuat manusia semakin dewasa. Terkadang, seseorang didewasakan oleh ujian, bukan kebahagiaan.
    Tepat di bulan pertama tahun 2021, Yussu' meninggal. Lagi, aku menangis. Ahhh aku memang lemah. Hari demi hari, aku bisa menerima kenyataan itu. Aku mulai sadar kalau di tanah kosong itu tidak hanya ada makam bapakku, tetapi juga ada makam saudaraku. 
    Tanggal 4 bulan Juni 2021, aku mengunjungi Yuppu dan Yu'a, sebuah kebiasaan yang tidak boleh ku tinggalkan sebelum kembali ke rantauan. Setelah mau salaman ke Yuppu, beliau menangis. Aku tidak bisa mengerti ucapannya karena penyakit stroke yang beliau derita. Namun, berkat bantuan suami Yuppu, aku bisa paham bahwa Yuppu berpesan kalau aku jangan lama-lama di Jogja dan jangan lupa main ketika sudah pulang.
Aku menghibur Yuppu dan berjanji kalau setelah KKN akan langsung pulang. Mendengar perkataanku Yuppu menarikku ke pelukannya dan menciumku. Namun, tuhan berkehendak lain. 
     KKN ku belum dimulai dan tepat tanggal 26 Juni 2021 ba'da Subuh, ibuku memberi kabar lewat telfon seluler kalau Yuppu meninggal. Sebagian duniaku runtuh. Duniaku kembali tidak lengkap. Duniaku kembali menghitam. Duniaku kembali tidak berwarna. 
     Hal yang paling menyakitkan adalah menerima kematian orang yang disayang. Aku ikhlas, aku ikhlas, aku ikhlas, kata itu selalu ku ucapkan karena aku tidak boleh berlarut dalam kesedihan. Doa yang Yuppu butuhkan dan banjiran doa insyaAllah selalu ku kirimkan. 
     Beberapa minggu yang lalu, sewaktu ayah Ria Ricis meninggal, aku ikut nangis. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kehilangan orang yang disayang disaat kita sedang tidak bersama mereka, and today I felt it.
     Sekali lagi, aku tidak menyalahkan keadaan, tidak. Aku percaya bahwa semua rencana tuhan adalah yang terbaik. Tuhan maha menciptakan serta tuhan maha berkuasa. 
    Nyatanya, manusia memang selalu menemui kesedihan dan kebahagiaan. Nyatanya, manusia memang selalu dituntut keadaan untuk kuat dan kuat. Nyatanya, manusia selalu didewasakan oleh keadaan. Bismillah ikhlas. 
Yuppu, selamat jalan dan maaf atas ketidakbecusanku sebagai saudaramu❤️. Yuppu, jika hari kemarin aku melihat senyummu, maka hari ini kamu melihat senyumku tanpa ku lihat wajahmu. Aku rindu Yuppu.

Saturday, June 12, 2021

Menta (L)

    Selama ini aku belum pernah terlalu memperhatikan yang namanya kesehatan mental karena waktu itu, menurut aku masih banyak hal yang lebih penting dari mental. Namun, semua itu ternyata salah. Memang, setiap ada orang curhat ataupun minta motivasi terkait mental mereka yang mungkin sedang down mungkin aku bisa membantu mereka, tetapi tanpa aku sadari, mentalku sendiri masih seumur jagung. "Aku sedang sedih, aku sedang overthinking, aku sedang insecure" begitulah kira-kira yang sering aku dengar dari teman-teman. Untuk beberapa orang yang belum paham soal mental, mungkin mereka menganggap bahwa orang yang sedang fight untuk sembuh dan damai dengan mental mereka merupakan orang yang lemah, lebay, dan parahnya terkadang dianggap orang yang tidak waras. 
     Hal-hal yang menyebabkan sakitnya mental juga berbeda-beda. For me, hal yang paling mengena mentalku adalah ketika orang-orang menghina fisik and they talk about my bad characters in front of public. Dua hal itu mungkin terlihat simple, but trust me, ketika aku mengalami dua hal tersebut, I need more than a week to say "it's okay" and forgive my self.
     We will never know someone's heart, so just be careful when you speak with them. Menjaga kesehatan mental tidak mudah bahkan sometimes orang-orang harus mengeluarkan uang sejumlah sejutaan rupiah ketika mereka harus mengikuti terapi, and see, sometimes penyebab itu justru omongan orang-orang ataupun attitude mereka.
     Orang yang sedang berjuang untuk sembuh dari penyakit mental tidak butuh untuk ditatap dengan tatapan kasihan. Mereka hanya butuh untuk didengarkan. Namun, untuk beberapa orang yang sedang mengalami penyakit mental justru mereka akan menyimpan masalahnya sendiri, tidak akan pernah menceritakan kepada siapapun. Dari sekian macam-macam orang yang pernah mengalami penyakit mental, salah satu hal yang paling sulit untuk mereka hadapi adalah ketika they don't believe them selves and others. Mereka tidak bisa percaya untuk bercerita kepada siapapun even they are their own parents, best friends, or girl/boy friends. 
    To conclude, untuk siapapun yang sedang ada di momen dimana kalian sedang bertemu dengan kegelisahan, penyakit mental, dan hal-hal internal yang lain, just fight. Don't ever give up. U deserve better.

Wednesday, June 2, 2021

Drama Semester Tua

     Untuk dibilang pertengahan proses skripsi tentu belum sampai karena pada faktanya angkatanku masih dihadapkan dengan proposal skripsi yang katanya justru lebih sulit dari bab 2, bab 3, ataupun bab 4, tetapi lagi aku belum mengetahui kepastiannya. Seandainya sebuah rumah, walaupun aku baru sampai di gerbangnya, ternyata drama semester tua sudah dimulai. 
     Sometimes, drama itu berasal dari kita sendiri yang terlalu over thinking sampai proposal tidak tersentuh. Namun, terkadang tidak tersentuhnya proposal juga bukan hanya karena over thinking, tetapi masih banyak kemungkinan yang lain, baik karena sibuk mencari objek ataupun kegiatan yang lain.
     Drama lain yang mungkin pernah dialami oleh mahasiswa akhir or maybe it is my own experience adalah dijatuhkannya kepercayaan diri yang sudah kita bangun oleh teman ataupun orang terdekat kita sendiri. Sometimes, ketika kita berproses ada saja yang sengaja ingin menjatuhkan kita baik secara langsung atau tidak. Terkadang, kita sudah semangat mengerjakan proposal ataupun tugas yang lain, ehhh taunya malah teman kita bilang kalau tulisan kita jelek lah, topik kita sudah basi, dan masih banyak perkataan mereka yang mungkin membuat kita seketika merasa down, malas melanjutkan tulisan dan merasa buntu. Ok, seandainya mereka menyampaikan statement tersebut karena dengan niat me-review dan memberikan masukan kepada kita justru itu sangat bagus, tetapi yang sangat tidak bisa ditoleransi adalah saat mengkritik disertai nada mencaci/menghina karya kita.                  Namun, gini yaaa, jadikan semua itu sebagai support buat kita aja. Jadikan ocehan mereka sebagai penyemangat untuk tetap do our best, so no reason to be lazy.
     Nah, drama yang terakhir karena aku tidak mungkin menyebut semua dramanya because I am sure you gaess already got it adalah kurangnya informasi yang kita dapat. Hanya di semester akhir kamu akan menemukan orang yang mendapat informasi penting tetapi disimpan untuk dirinya sendiri entah buat apa (buat naskah kuno kalik ya). Aku tidak menyalahkan orang yang seperti itu karna gini ya, mau semester berapapun, mau kelas berapapun, sometimes kita harus mandiri, harus berjalan sendiri, dan bahkan terkadang ada kesedihan yang cukup kita nikmati tidak usah dibagikan.
     Dari sekian drama itu, mungkin cukup dinikmati, nikmati prosesnya, tangisannya, tawanya, capeknya, ngantuknya apalagi buat kalian yang semster akhir tetapi tetap aktif di Organisasi, kalian hebat! .                       Semangat yaaa. Ada Masa depan cerah yang sedang menunggu Kita.
I love you

Wednesday, April 21, 2021

Tangisan Ibu

    Menangis bukan berarti lemah dan begitulah dengan ibu. Menjadi anak semata wayangnya sering kali membuat ibu menangis baik karena waktu aku kecelakaan sampai tidak bisa dihubungi ketika sedang di Jogja disebabkan hp lowbat. Ibu juga menangis setiap Malam Jumat ketika kami mengunjungi makam kakek nenek yang tidak lain merupakan orang tua ibu. Aku bisa memahami perasaan ibu waktu itu walaupun mungkin pemahamanku belum bisa mewakili semua perasaannya yang bercampur aduk.
    Aku menyaksikan ibu menangis ketika aku mulai naik ke atas bis waktu pertama kali berangkat ke Jogja. Ibu memang segera mengusap air matanya, tetapi aku bisa melihat kedua matanya yang basah.        Aku juga melihat ibu menangis ketika aku divonis penyakit kanker dan akan segera dioperasi. Ibu segera menghujani mukaku dengan ciuman manisnya dan juga air matanya yang menetes di dahiku.       Tangisan terakhir ibu yang ku lihat beberapa minggu ini adalah ketika ibu sudah sadar sehabis operasi penyakit gondok.
     Waktu itu, aku baru beberapa minggu tiba di rumah dan ibu memutuskan untuk operasi secepat mungkin karena ingin puasa di bulan Ramadhan dan operasi ditemaniku. Setelah melalui beberapa proses sekitar dua hari, aku ditemani mbak sepupu serta ibu mulai masuk ke ruang pemeriksaan. 
    Melihat tangan ibu ditancap jarum infus membuat aku tidak kuasa menahan sakit yang juga aku rasakan hingga aku terjatuh pingsan. Aku mengutuk kecerobohanku waktu itu karena aku hanya ingin menemani semua proses operasi ibu.
Setelah tiba di ruang bedah yang lumayan luas untuk ukuran kamarku yang hanya sepetak, akhirnya aku berhasil menemani ibu setelah dilarang berkali-kali oleh sepupu karena takut jika terjatuh pingsan kembali. Muka ibu tidak menunjukkan perasaan takut sama sekali justru Malam itu, ibu menghiburku yang sedang mumet dengan tugas kampus.
     Tepat hari Jumat jam dua siang, ibu tiba kembali di ruang rawat dalam keadaan belum sadar total setelah diberi obat bius. Sambil melihat perban di leher ibu dan menge check air infus ibu yang terkadang tidak mengalir dan terlalu lambat, aku mulai dihantui perasaan takut yang luar biasa. 
     Sebelum ibu operasi, aku memang searching beberapa dampak negatif dari operasi penyakit gondok tersebut dan salah satu dampak negatif yang ku temukan adalah hilangnya suara untuk sementara. Aku tidak sanggup jika sehari saja tidak mendengar suara ibu. Setelah ibu sadar, aku segera memanggil perawat untuk men check keadaan ibu. Dengan pelan, aku menyapa ibu dan bertanya apakah luka perban di lehernya terasa sakit.
     Dengan suaranya yang sangat lirih sampai aku harus mendekatkan telinga ke samping mulutnya, ibu menjawab pertanyaanku bahwa lukanya masih tidak terasa sakit. Selang beberapa menit setelah itu, ibu mulai meneteskan air matanya walaupun tidak mengatakan bahwa lukanya sakit. Setelah ku paksa untuk mengaku apakah lukanya terasa sakit, ibu mulai cerita bahwa lukanya sangat sakit seperti habis diiris pisau. 
Melihat ibu menangis, aku menggigit bibir dalamku dengan sangat keras supaya tidak ikut menangis karena aku tidak mau terlihat sedih di depan ibu sebagaimana ibu yang selalu terlihat bahagia di depanku. 
     Berkali-kali, aku mendatangi ruang perawat supaya bisa memberi resep obat penghilang sakit buat ibu, tetapi berkali-kali juga aku mendapatkan jawaban yang sama,yaitu obatnya akan diberikan ketika jamnya karena setiap obat memiliki jamnya masing-masing. Waktu itu, ingin rasanya aku memarahi semua perawat di rumah sakit tersebut, tetapi again, aku hanyalah anak dari pasien dan tidak mempunyai hak apa-apa untuk protes.
     Berbagai cara aku lakukan untuk membantu ibu merasa mendingan mulai dari mengusap lukanya dengan pelan, mengipasnya dengan kipas kecil karena ibu tidak suka angin, sampai ku pijat daerah lehernya dengan sangat pelan. 
Setelah beberapa jam, aku merasa duniaku seketika lega waktu melihat ibu mulai tertidur sambil mendengkur halus.         Aku menangis di samping ibu ketika semua orang tertidur terutama ibu. Aku menangisi diriku sendiri yang belum mampu untuk membantu ibu walaupun hanya untuk menghilangkan rasa sakit di lehernya. Aku menangis karena ternyata selama ini, ibu benar-benar mengabaikan dirinya sendiri hanya demi aku. 
Aku sangat mengagumi ibu karena ibu merupakan perempuan terkuat dalam menghadapi semua badai. Aku sangat mengagumi ibu karena aku belajar banyak hal dari ibu.


Ibu, tetaplah tersenyum untuk dunia kita berdua.

Thursday, April 15, 2021

Cover

    
     Aku bukan orang yang langsung bisa mengikuti semua hal dengan mudah sekalipun hanya tentang hal kecil, penampilan misalnya. Dulu, aku sering menjadi bahan bully-an hanya karena berbeda dari teman-teman yang lain yang menurut istilah sekarang termasuk orang glowing.
    Seiring berjalannya waktu, aku belajar untuk memperbaiki penampilan karena aku sadar kalau merawat diri sendiri merupakan salah satu cara untuk mencintai dan merawat ciptaan tuhan.
    Setelah mengumpulkan ke-pd an selama sekian abad walaupun waktu itu cuma belajar pakai lipstick, akhirnya aku berani posting foto ketika memakai lipstick.
      Tidak butuh waktu lama untuk ada orang yang komen fotoku tersebut karena semenit kemudian, ada orang yang mungkin hanya balas storyku dengan alasan sedang gabut.
     "Bibirnya mulai beda ya, tambah merona." 
      Sebenarnya, ucapannya itu bukan sebuah sanjungan melainkan sebaliknya. Manusia memang mempunyai karakter yang bermacam-macam. Ada yang senang dengan perubahan penampilan, karakter dan sifat kita, tetapi ada juga yang tidak senang dengan hal tersebut. 
     Setelah sudah percaya diri memakai lipstick, akhirnya aku juga belajar untuk meniru penampilan yang lain, mulai dari memakai jilbab yang sebelumnya namanya saja aku tidak tahu sampai memakai celana. 
     Lantas, apa yang terjadi?
     As always, tetap saja ada orang yang menghina dengan memakai kalimat pujian bahkan tidak jarang mereka menggunakan penampilanku sebagai cara untuk mengetahui kepribadianku sekalipun mereka mengenalku tidak sampai satu bulan. 
     "Kamu bukan Yuli yang aku kenal dulu."        Ucap salah satu temanku ketika kami tidak sengaja berpapasan di sebuah toko. Waktu itu aku memang sedang memakai lipstick, dan style jilbab kekinian. 
      Dari ekspresi temanku tersebut aku sudah bisa menebak bahwa dia tidak suka dengan penampilan baruku. Sepulang dari toko, aku menghabiskan waktu beberapa jam hanya untuk bertanya kepada diri sendiri tentang apa aku memang berubah menjadi lebih buruk? Bagaimana orang-orang memandang aku sebagai Yuli yang sekarang? Apa cukup menilai sifat orang hanya dari caranya berpakaian, tertawa, makan, berbicara dll? 
     Dari sekian pertanyaan di kepalaku, tidak satupun yang ku temukan jawabannya. Namun, aku tidak menyerah, aku meminta saran dari sahabat, keluarga, dan juga teman-teman yang memang mengenalku dengan baik. 
     Dari semua nasihat mereka, aku dapat menyimpulkan bahwa sejauh mana kita mempertahankan penampilan dan sifat atau mengubahnya, maka sejauh itu juga kita akan menemukan orang-orang yang pro atau kontrak terhadap hal tersebut.           Sekedar nasihat untuk diri sendiri supaya tetap melangkah tanpa alasan lain kecuali ingin membahagiakan diri sendiri dan menemukan hikmah dibalik semua kejadian.

Thursday, April 1, 2021

Tertawa yang Kalem

    
     Sejak kecil, aku memang sudah memiliki suara yang cempreng, tawa yang jauh dari standard kalem, dan sifat heboh yang bisa membuat gempa. Namun, dari semua itu, aku merasa lebih nyaman dan menjadi diri sendiri.
     Setelah lulus dari pesantren dan sudah tinggal di rantauan, teman-teman selalu memberi label ukhti setiap kenal aku. Aku tidak heran karena aku memang selalu memakai gamis ke kampus. Aku tidak pernah protes setiap mereka memanggilku ukhti, toh dalam bahasa Arab, ukhti memiliki arti saudara, so what's wrong? Tafsiran kalian aja yang suka aneh-aneh setiap mendengar kata ukhti.
     Selama satu tahun di dunia kampus, aku baru bisa menjadi diri sendiri dengan suara cempreng yang mulai menggelegar, sifat heboh yang suka membuat orang mengerutkan kening karena heran. 
    Suatu hari, aku sedang duduk bersama teman-temanku di taman fakultas. Setiap ada perbincangan yang menurut aku lucu, aku tidak sungkan-sungkan untuk tertawa dengan lepas. 
"Ternyata kamu juga bar-bar ya?"
      Setelah mendengar pertanyaan yang menurut aku justru pernyataan tersebut, aku spontan berhenti tertawa.
"Maksud aku, ternyata kamu bisa tertawa lepas dan heboh, padahal aku kira kamu kalem karena selalu memakai baju islami"
    Setelah mendengar penjelasannya tersebut, aku hanya tertawa. Sebenarnya, ketawaku waktu Itu bukan karna ucapan temanku lucu, tetapi aku hanya mengalihkan ekspresi mukaku supaya tidak terlihat kalau sedang berpikir keras. 
    Setelah sampai ke kos, aku masih berkutat dengan pikiranku sendiri.
"Memangnya aku salah pakai gamis? Tertawa lepas?"
"Memangnya aku harus menjadi manusia kalem yang selalu menunduk setiap jalan?"
     Beribu pertanyaan selalu menghantui otakku bahkan dalam waktu satu bulan aku selalu memakai baju yang beragam, mulai dari celana, gamis, sampai yang menurut orang-orang bisa dikatakan fashionable. Selama satu bulan itu juga, aku tersiksa.
     Bagaimana tidak merasa tersiksa ketika aku harus memaksa diri untuk berjalan dengan style kalem, irit bicara, dan style lain yang jauh dari diriku sendiri. 
"Don't be stupid"
    Tegur salah satu temanku ketika aku menjawab pertanyaannya tentang kenapa aku terlihat lebih kalem dari biasanya.
"Your life is yours. Selama Itu menurut kamu nyaman, tidak melanggar peraturan agama, tidak meresahkan orang lain, do it, wear it!"
    Sejak itu juga, aku sadar, I am totally realized that apapun yang aku pakai, bagaimanapun cara bicaraku, seberapa cempreng suaraku, seberapa heboh sifatku, I can do it as long as aku tidak meresahkan orang lain dan juga membuat mereka nyaman berteman dengan aku. 
     Semua orang mempunyai style pakaian, tingkah laku, cara ketawa, bahkan warna suaranya masing-masing, dan tugas kita adalah Menghargai selama benar, menegur jika salah.

Wednesday, March 24, 2021

Manusia Dengan Sejuta Senjatanya

    
    Saat itu kegiatanku sangat full, mulai dari kuliah, bolak-balik ke fakultas karena beberapa urusan, sampai dengan rapat organisasi. 
     Hari itu aku sedang puasa sunnah karna you know aku sangat malas makan sehingga aku menjadikan peluang untuk mencari pahala saja. Ketika semua kelas sudah selesai, aku bersiap-siap untuk tidur sebentar sebelum memasak buat buka puasa. Unfortunately, bad messages come to me.
    Tidak perlu ku jelaskan bagaimana pesan itu yang mungkin orang tersebut ketik dengan biasa saja, tanpa merasa tidak enak hati, atau bahkan dia hanya ingin membela diri bisa membuat aku yang dalam sebulan belum menangis akhirnya mengeluarkan air mata. 
    Planningku untuk tidur hancur even buka puasa ku jadikan satu dengan sahur pada jam 1 dini hari. Dari pesan yang ku baca sambil menahan diri untuk tidak membuang HP ku waktu itu, aku belajar banyak hal. 
    Selama ini, aku selalu menampakkan satu prinsip di dalam hidupku terutama ketika berada di tengah banyak orang, yaitu baiklah kepada semua orang. Memang, hal itu tidak salah. Sebagai orang muslim, mempunyai pribadi yang baik memang dianjurkan karena agama Islam tidak menyukai adanya pertengkaran. 
   Waktu itu, lagi dan lagi, aku cuma menangis beberapa menit sebelum aku sadar that I am not weak. Kenapa aku harus menangisi sesuatu yang justru hal tersebut bukan salahku. Sebaliknya, dia yang jelas-jelas salah, teledor justru melontarkan kesalahannya kepada orang lain.
     Satu hal yang sangat aku sayangkan jika menjadi orang yang seperti itu bahwa sebagai manusia kita takut untuk salah hingga melontarkannya kepada orang lain.
    Sebagai manusia, kita terlalu sombong dan gengsi sekalipun hanya untuk mengucapkan terimakasih untuk hal sekecil apapun, untuk informasi apapun, dan untuk jasa apapun. Sebagai manusia, Kita terlalu dikontrol oleh pikiran yang selalu menuntut untuk menjadi pemenang even dirinya sendiri sudah mengalami kekalahan. Sebagai manusia, kita terlalu lupa bahwa kita bukanlah siapa-siapa.
     Aku tidak merasa lemah ketika aku hanya membalas pesannya tetap menggunakan emoticon senyum even aku minta maaf, tetapi justru aku bangga. Aku bangga karena ternyata aku sudah berubah mulai aku yang dulu gengsinya menembus langit sampai aku yang akhirnya bangga karena membalas cacian dengan pujian. 
     Biarkan dia menanggung semuanya karena sejatinya, ada tuhan yang lebih mengetahui semuanya.
Stay humble

Monday, March 1, 2021

Sekedar Renungan

    Beberapa akhir ini aku sering banget merasa butuh untuk menyusun ulang semua hal, mulai dari barang-barang yang ada di dalam kamarku, planning, goals, sampai dengan sesuatu yang pantas untuk ku pikirkan dan yang hanya pantas untuk singgah sementara. Namun, di balik semua itu, prosesnya ternyata tidak gampang. 
    Selain semesterku mulai mendorong untuk benar-benar serius dalam menjalaninya, ternyata aku mengalami satu titik dimana aku lelah berorganisasi tetapi itu hanya berlangsung selama beberapa hari, ya mungkin hanya karena aku sedang capek dan butuh me time.
    Dari semua kejadian dan pikiran yang menguras tenagaku, satu yang benar-benar membuat aku emosi dan noted, aku belum pernah se emosi itu sebelumnya.         Suatu hari, temanku menelfon dalam keadaan menangis. Sebelumnya aku sudah tau dari teman-temannya kalau dia sedang patah hati disebabkan pacarnya selingkuh. 
    Dia berbicara dengan suara yang terdengar sangat depresi sambil menangis dan memintaku untuk membawaku kabur dari tempatnya waktu itu. Ya, hal itu yang benar-benar membuat aku emosi ketika ternyata dia mengira aku orang yang bisa diajak kompromi dalam keburukan. 
Sambil menahan emosi yang mulai berada di ujung kepala, aku menanyakan alasannya ingin kabur dan ternyata setelah ku tanyakan berkali-kali, dapat ku simpulkan bahwa alasan dari depresinya adalah karena dia sedang patah hati bahkan orang tuanya waktu itu juga ikut menelfon dan meminta bantuanku.
    Aku tidak ingin ikut campur dalam urusan perbucinannya, tetapi yang belum bisa membuat aku berpikir secara normal adalah kenapa dia justru berpikir bahwa aku akan membantunya mendapat jalan keburukan or in other hand, dia menganggapku sebagai orang yang tidak baik. 
    Selama ini, aku tidak hanya berinteraksi dengan satu ataupun dua orang mulai yang sebatas teman sampai sahabat, mulai dari waktu aku masih introvert sampai ambivert. Aku tidak sungkan menunjukkan sifat asliku di depan mereka, bagaimana ketika aku tertawa yang sangat berisik, bagaimana aku berpendapat, sampai bagaimana aku menegur orang ketika mereka melebihi batas ataupun bagaimana aku yang meminta koreksian setiap ingin mengoreksi diri sendiri. 
    Dari kejadian bersama temanku itu, aku baru sadar bahwa ternyata sifat perhatian yang aku tunjukkan kepada dia bahkan ketika semua orang menjauhinya membuat dia merasa bahwa aku juga bisa diajak kompromi dalam hal keburukan and that killed me so much. So, the main point of this writing is, make a space with everyone.

Sunday, January 31, 2021

Pikiran Manusia

   
   Setiap hari aku belajar bahwa seorang perempuan pasti memiliki keputusannya masing-masing terutama dalam hal penampilan. Pp PP 0 beberapa di antara mereka yang memutuskan serta lebih nyaman merawat muka ataupun tubuh mereka dengan perawatan yang bagus. Namun, di sisi lain ada perempuan yang juga lebih nyaman tampil secara natural.       Dari dua hal tersebut tidak ada yang salah karena semua itu pasti sudah memiliki alasannya masing-masing. Namun, aku masih sering merasa kesal ketika ada orang yang menyuruhku untuk dandan dengan alasannya yang katanya supaya banyak laki-laki yang tertarik. WTH, sedangkan yang bilang juga merupakan seorang laki-laki. 
    Hari ini aku bertemu dengan laki-laki yang baru aku kenal di bangku kuliah. Seperti biasa, penampilanku memang pasti terlihat lebih lusuh dan jelek dari pada yang lain. Laki-laki itu melihatku dengan sangat tajam. Aku Kira dia meramal masa depanku, ternyata tidak. Laki-laki Itu justru menyuruhku untuk dandan hanya supaya disukai orang lain terutama oleh lawan jenis. Aku benar-benar tidak sempat berpikir bagaimana bisa merespon ucapannya waktu itu, tetapi yang pasti aku langsung memalingkan muka karena merasa kesal luar biasa.          Terkadang, laki-laki selalu menilai seorang perempuan yang suka berdandan hanya untuk menarik perhatian mereka. WTH , that's not important man. Kami seorang perempuan ketika berdandan karena benar-benar ingin merawat diri, ingin tampil cantik untuk diri sendiri dan tidak untuk menarik perhatian kalian. Jika ditanya salah satu alasan kenapa teman yang aku miliki sangat sedikit, maka jawabannya adalah karena hanya sedikit yang tidak menilai orang lain dari penampilannya. 
   Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk mencintai diriku sendiri, menerima semua kekuranganku, jadi aku tidak mau semua usahaku itu hancur hanya karena penilaian orang lain terutama hanya karena penampilan. Dari sekian paparanku sebelumnya, bukan berarti aku tidak suka merawat diri seperti yang lain, tetapi ada waktu-waktu tertentu yang membuatku melakukan itu semua karena aku tidak mau kalau orang lain hanya mau berteman, mengobrol, dan apapun Itu hanya karena penampilanku walaupun tetap aja "buluk".