Beberapa akhir ini aku sering banget merasa butuh untuk menyusun ulang semua hal, mulai dari barang-barang yang ada di dalam kamarku, planning, goals, sampai dengan sesuatu yang pantas untuk ku pikirkan dan yang hanya pantas untuk singgah sementara. Namun, di balik semua itu, prosesnya ternyata tidak gampang.
Selain semesterku mulai mendorong untuk benar-benar serius dalam menjalaninya, ternyata aku mengalami satu titik dimana aku lelah berorganisasi tetapi itu hanya berlangsung selama beberapa hari, ya mungkin hanya karena aku sedang capek dan butuh me time.
Dari semua kejadian dan pikiran yang menguras tenagaku, satu yang benar-benar membuat aku emosi dan noted, aku belum pernah se emosi itu sebelumnya. Suatu hari, temanku menelfon dalam keadaan menangis. Sebelumnya aku sudah tau dari teman-temannya kalau dia sedang patah hati disebabkan pacarnya selingkuh.
Dia berbicara dengan suara yang terdengar sangat depresi sambil menangis dan memintaku untuk membawaku kabur dari tempatnya waktu itu. Ya, hal itu yang benar-benar membuat aku emosi ketika ternyata dia mengira aku orang yang bisa diajak kompromi dalam keburukan.
Sambil menahan emosi yang mulai berada di ujung kepala, aku menanyakan alasannya ingin kabur dan ternyata setelah ku tanyakan berkali-kali, dapat ku simpulkan bahwa alasan dari depresinya adalah karena dia sedang patah hati bahkan orang tuanya waktu itu juga ikut menelfon dan meminta bantuanku.
Aku tidak ingin ikut campur dalam urusan perbucinannya, tetapi yang belum bisa membuat aku berpikir secara normal adalah kenapa dia justru berpikir bahwa aku akan membantunya mendapat jalan keburukan or in other hand, dia menganggapku sebagai orang yang tidak baik.
Selama ini, aku tidak hanya berinteraksi dengan satu ataupun dua orang mulai yang sebatas teman sampai sahabat, mulai dari waktu aku masih introvert sampai ambivert. Aku tidak sungkan menunjukkan sifat asliku di depan mereka, bagaimana ketika aku tertawa yang sangat berisik, bagaimana aku berpendapat, sampai bagaimana aku menegur orang ketika mereka melebihi batas ataupun bagaimana aku yang meminta koreksian setiap ingin mengoreksi diri sendiri.
Dari kejadian bersama temanku itu, aku baru sadar bahwa ternyata sifat perhatian yang aku tunjukkan kepada dia bahkan ketika semua orang menjauhinya membuat dia merasa bahwa aku juga bisa diajak kompromi dalam hal keburukan and that killed me so much. So, the main point of this writing is, make a space with everyone.
No comments:
Post a Comment