Salah satu kebiasaan yang paling nikmat setelah shalat Isya' adalah tidur di mushalla milik nenek moyangku (mushalla itu memang sudah didirikan sejak lama) yang terletak di depan rumah.
Aku tidur dengan memakai mukenah karena entah kenapa tidur dengan mukenah itu jauh lebih menghangatkan dari pada memakai selimut padahal katanya hal itu tidak baik.
Di suatu malam, aku kembali mengulangi kebiasaanku itu karena kebetulan tv ku sedang rusak sehingga aku lebih memilih untuk menemani ibu yang masih mengaji Al-Qur'an di mushalla dan tertidur.
Sebelum tidur, aku meminta tolong kepada ibu supaya membangunkanku setelah selesai mengaji karena aku ingin mengerjakan tugas yang belum sempat terselesaikan.
Aku terbangun dari tidurku yang sangat nyenyak bukan karena dibangunkan oleh ibu, akan tetapi karena ternyata di sekelilingku sudah ada tetangga yang kebetulan sedang bermain ke rumah.
"Aku juga heran, kenapa harga tembakau sekarang sangat murah?" ucap seorang bapak yang biasa aku panggil dengan paman Asip.
Sebenarnya, dia memang bukan pamanku, akan tetapi salah satu hal yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Madura adalah sopan santun sehingga tidak boleh memanggil seseorang yang lebih tua dari kita hanya dengan namanya saja.
Saat ini, beberapa masyarakat pulau Madura memang sedang menanam tembakau atau lebih tepatnya sudah proses memanen. Orang-orang mulai sibuk menjual tembakau mereka dan hasil yang mereka dapat sangat jauh dari apa yang mereka ekspektasikan.
Keluargaku adalah petani sehingga aku sangat tahu bagaimana perjuangan mereka untuk menanam tembakau. Setiap selesai shalat Subuh, mereka sudah berangkat ke ladang atau sawah untuk menyiram tembakau. Mereka rela melawan terik matahari hanya untuk memberi pupuk atau mencari ulat di pohon tembakau.
Uang hasil penjualan tembakau adalah harapan terbesar seorang petani. Lantas bagaimana jika harga tembakau saja sangat murah?
Aku melihat muka paman Asip yang bercerita tentang tembakaunya yang terjual dengan harga satu juta enam ratus ribu. Aku sangat kaget mendengar cerita tersebut karena aku sangat tahu dengan kualitas tembakaunya yang ditanam tidak jauh dari rumahku.
Beberapa hari yang lalu, aku juga membaca berita dari HP ku tentang harga tembakau di tahun 2020 ini khususnya di pulau Madura.
Harga tembakau tahun ini turun sebanyak lima puluh persen dari biasanya sehingga bisa juga dikatakan kalau petani mengalami kerugian sebanyak itu juga. Aku memang tidak begitu mendalami tentang kriteria tembakau yang murah dan mahal, akan tetapi aku juga merasa sakit hati setiap melihat petani yang harus mengalami kerugian yang banyak hanya karena tembakaunya terjual dengan harga murah.
Sambil mengumpulkan kesadaranku yang belum sempurna karena baru bangun tidur, ada pertanyaan yang ternyata tiba-tiba muncul di dalam benakku.
Kenapa harga tembakau selalu murah? Sedangkan penikmat rokok selalu meningkat
Ya, pertanyaan itu yang sampai saat ini masih aku ingat dan belum ku temukan jawabannya. Semoga nanti tanpa menunggu waktu yang lama lagi, para petani bisa merdeka dan jerih payah mereka tidak sia-sia.
Aku bangga terlahir dari keluarga yang berprofesi sebagai petani.
No comments:
Post a Comment