Mungkin buat sebagian orang, nyabis (bahasa Madura dari sowan) ketika anak mereka sudah berhenti dari pondok hanya bisa dilakukan ketika ikut mengantarkan santri baru, akan tetapi tidak menurut emmak.
Emmak selalu mengajak aku sowan dan jika keluarga kami ada rezeki, emmak pasti selalu menyempatkan diri untuk membeli sayuran atau yang lainnya sebagai oleh-oleh.
Ketika kami sudah sampai di pondok, emmak mengajak aku sowan terlebih dahulu sebelum bertemu sama teman-temanku yang masih tinggal dan melanjutkan studi di pondok. Kata emmak, datang ke pondok itu seperti berkunjung ke rumah seseorang. Ketika kita sampai di rumah itu, hal pertama yang dilakukan adalah meminta izin kepada si pemilik rumah supaya bisa masuk.
Saat emmak berkata seperti itu, aku benar-benar malu tingkat dewa. Aku tidak bisa mempunyai pemikiran luar biasa seperti emmak walaupun studiku sampai di bangku kuliah, oleh sebab itu aku tidak pernah berhenti kagum sama emmak.
"Emmak, kenapa sih emmak selalu mengajak aku sowan setiap liburan?" tanyaku saat kami sedang dalam perjalanan menuju pondok waktu itu.
"Karena emmak ingin mengajari kamu supaya tetap menjaga silaturrahim sama pengasuhmu. Mereka adalah orang tuamu di pondok. Emmak juga berharap semoga kita mendapat barakah".
Begitulah kira-kira jawaban emmak waktu itu. Aku selalu senang saat sudah sowan ke pengasuh karena rasanya sangat damai sama seperti perasaan waktu aku masih di pondok dulu.
Emmak juga sangat suka bercerita sama pengasuh sehingga tidak jarang saat aku sowan sendirian, pasti beliau menanyakan kabar emmak.
Sowan ke pengasuh di pondok adalah kebahagiaan tersendiri buat aku dan emmak saat aku sedang liburan semester. Liburan kali ini membuat aku tidak bisa mendapatkan kebahagiaan itu.
Covid-19 membuat aku dan emmak harus menahan rindu sama pengasuh sampai liburan semester depan. Doa dan doa adalah obat dari rindu tersebut. Aku dan emmak benar-benar merindukan senyum, nasihat, dan pelukan (ibu nyiai) yang selalu mendatangkan kedamaian.
Liburan kali ini benar-benar mempunyai rasa yang berbeda. Aku tidak bisa mendengar nasihat dan melihat senyum pengasuh yang selalu membuat aku terharu dan juga selalu ingat untuk menjaga nilai-nilai kepesantrenan selama aku ada di dunia luar.
Sembari menulis ini, aku mencoba membayangkan pengasuhku (ibu nyiai) dengan senyumnya yang selalu indah, nasihat dan juga kasih sayangnya untuk seluruh santri-santrinya. Ya tuhan, panjangkanlah umur mereka dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku dan seluruh santri-santrinya.
No comments:
Post a Comment