Monday, July 27, 2020
Tidak Selamanya Kos an Hanya Untuk Rebahan
Tidak selamanya diam di kos an itu kerjaannya hanya rebahan. Awalnya, aku sama sekali tidak ada ide untuk menulis tentang ini sebelum akhirnya beberapa jam yang lalu aku bertemu dengan temanku saat aku keluar kos untuk membeli bahan buat memasak di warung terdekat.
"Tumben keluar kamar? Biasanya juga cuma rebahan di kos." Kata dia saat melihat kedatanganku di warung yang sama tanpa menyapaku terlebih dahulu.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman karena saat itu moodku sedang tidak bagus untuk menceramahi orang walaupun sebenarnya aku juga bingung kenapa dia yang merasa risih hanya karena aku yang jarang keluar. Selain itu, aku juga yakin kalau dia hanya menebak aktifitasku yang katanya "hanya rebahan", padahal dia juga tidak tau apa yang sebenarnya aku lakukan selama di kos karena dia adalah cowok yang tentunya tidak pernah dan tidak boleh masuk ke dalam kosku.
Aku sudah tidak heran lagi kalau orang-orang hanya menganggap orang lain yang cuma tinggal di kos an dan jarang kumpul itu kerjaannya hanyalah rebahan. Akan tetapi, aku, kamu dan kita semua juga harus mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang lain yang menjadi sebab mereka hanya diam di kos an.
Siapa yang tau kalau ternyata orang yang diam di kos an itu ternyata jauh lebih produktif dari mereka yang kerjaannya cuma jalan-jalan tidak jelas?
Siapa yang tau kalau orang yang diam di kos an itu karena kerjaan atau cara untuk mengembangkan skill mereka bisa dilakukan tanpa harus keluar kos?
Setelah aku sampai di kos, otakku masih memikirkan ucapan atau lebih tepatnya pertanyaan temanku itu. Aku mulai berpikir, apakah aku termasuk orang yang ansos, introvert atau pemalu?
"Kamu itu tidak ansos karena buktinya kamu mempunya banyak teman." Jawab temanku saat aku tanya apakah aku termasuk orang yang ansos dan sebangsanya. Dari semua jawaban teman-teman yang aku tanya, ternyata mereka belum benar-benar tahu kalau dibalik aku yang kadang bisa kumpul sama orang, ada aku yang harus menahan perasaan takut, insecure, gemetar, dan tidak suka ngomong.
Membaca buku, menulis, menonton Youtube dan memasak adalah kerjaan yang lebih dan paling aku suka dibandingkan dengan kumpul bersama orang banyak. Walaupun begitu, aku juga terkadang menerima ajakan teman-teman untuk ngopi yang menurut aku nyaman dan TIDAK PERNAH MERENDAHKAN orang lain.
Beberapa hari yang lalu, aku melihat pamflet acara di akun instagram kafe basa-basi. Setelah aku baca isi pamfletnya, ternyata ada acara yang akan dihadiri oleh dua tokoh yang menjadi panutanku. Beliau-beliau adalah Pak Edi Ah Iyubenu, penulis yang dengan salah satu bukunya yang berjudul "ibu sedang apa" berhasil membuat aku menangis setiap membacanya.
Mungkin aku terkesan lebay, tapi karena kelebayanku itu, aku mulai menyadari satu hal dan akhirnya aku mau untuk mulai berlari. Tokoh yang kedua adalah K.M.Faizi, penyair sekaligus pengasuh pesantren Annuqayah tempatku dulu menimba ilmu.
Tanpa berpikir panjang, aku mengajak temanku untuk menghadiri acara itu. Setelah sampai di sana, aku benar-benar menikmati acaranya.
"Ternyata kamu itu mau keluar kos kalau tujuannya jelas dan sesuai dengan goalsmu ya Yul." Ucap temanku sedikit berbisik karena takut terdengar oleh orang lain (mungkin)
Statement temanku itu adalah statement yang sempurna menjadi jawaban kenapa aku hanya keluar kos di saat-saat tertentu.
Hidup di dunia itu memang harus jelas, termasuk jelas apa yang akan kita lakukan ketika pergi ke suatu tempat.
Friday, July 24, 2020
Ruang Sahabat
Main ke sawah sambil membawa layang-layang adalah kebiasaanku waktu kecil yang aku merasa berdosa jika aku tidak melakukannya setiap hari.
"Kamu tuh cewek, jangan main layang-layang kayak cowok gitu. Nanti malah kamu dikira tomboy dan nakal." Tegur mbak sepupuku pada suatu hari saat melihat aku yang sedang memanggil emmak menanyakan layanganku yang sedang hilang. Tanpa menghiraukan teguran mbak sepupuku, aku berlari setelah akhirnya layanganku ketemu dan segera memanggil Holid, sahabat laki-lakiku yang sudah duluan tiba di sawah. Selain bermain layang-layang, aku juga suka main wel jhuelen (bahasa Madura dari berjualan atau jual beli) bersama tetanggaku (perempuan) yang masih ada hubungan keluarga. Awalnya, kita berdua memang tidak begitu dekat sampai akhirnya kita menjadi santri di pesantren yang sama. Ketika liburan pesantren tiba, kita selalu saling berkunjung ke rumah satu sama lain dan jangan lupa sama sahabat sepermainan layanganku yang ternyata juga sudah tidak main layangan di sawah seperti dulu. Selama enam tahun, kita (aku dan sahabat perempuanku) tinggal di pesantren, dengan sangat berat hati kita harus terpisah karena kampus yang berbeda. Akan tetapi, kita masih cukup sering saling komen story di WA ataupun FB. Singkat cerita, pada suatu hari ibuku bercerita lewat telfon genggam saat aku sudah kembali ke rantauan kalau sahabatku itu sudah dilamar oleh seseorang. Awalnya aku tidak percaya kalau ternyata cowok yang menjadi tunangannya itu adalah masa lalunya. Aku tertawa dan segera ku ambil HP untuk menghubungi dan mengusilinya. Setelah dia membalas chatku, dia bilang kalau cowok itu benar-benar sesuai dengan kriterianya dan menunjukkan keseriusannya. Mendengar jawabannya itu, aku lantas bertanya kepada diriku sendiri "Seperti apa kriteria cowok buat masa depanmu?". Karena aku pun bingung dengan pertanyaanku sendiri, akhirnya aku simpan saja pertanyaan itu di dunia yang lain haha karena menurut aku ada hal lain yang masih harus aku prioritaskan😂😂. Setelah beberapa bulan dari pertunangan mereka dan saat itu aku sedang ada di rumah, aku sengaja mengajak sahabatku itu untuk pergi main ke pantai. Aku kirim pesan ke dia lewat WA dan ternyata dia langsung membalas chatku. Dia menolak ajakanku dengan pakai bahasa Jawa. Awalnya aku merasa biasa saja karena aku mengira kalau dia mungkin memang tidak mendapat izin dari orang tuanya ataupun juga sedang ada acara lain. Beberapa hari kemudian, dia kembali chat aku dan meminta maaf karena menolak ajakanku. Ternyata dugaanku waktu itu salah. Orang yang membalas pesanku itu adalah tunangannya yang sedang memegang hp dia dan tidak memberi tahunya kalau ada pesan dari aku. Apakah aku kecewa? Jawabannya adalah tidak. Aku hanya merasa sedih karena ternyata aku baru sadar kalau ruanganku dengan dia semakin terbatas dengan hadirnya orang yang berstatus tunangannya dan semoga langgeng sampai kakek nenek itu aamiin. Selain itu, aku juga mulai tahu kalau aku tidak mau dibatasi berteman dan main sama siapapun selama itu positif dan selama orang itu masih belum menjadi surgaku😂. Dalam hatiku yang paling dalam aku bertanya "apa benar cinta itu berhasil menyihir orang melupakan dunia dan orang-orang yang dulunya sangat akrab sekali dengan mereka?".
Semoga tidak.!
Wednesday, July 22, 2020
Di Hari Ulang Tahunmu yang Sekarang
23 Juli 2020
Dua puluh tahun yang lalu di tanggal yang sama dengan hari ini, perempuan hebat sedang berjuang dan mempertaruhkan nyawanya hanya untuk melahirkan aku ke dunia. Semua orang waktu itu pasti merasa bahagia atas hadirnya seorang anak perempuan baru di keluarga mereka terutama alm. Kakek, alm. Nenek, dan alm. Bapak. Aku ingin berterima kasih kepada emmak yang selama dua puluh tahun dan sembilan bulan benar-benar menjadi perempuan surgaku. Tidak pernah ada yang tau perasaan yang sebenarnya emmak rasakan. Sesakit apapun itu, emmak pasti selalu tersenyum dan mengatakan "Allah itu adil" untuk menutupi lukanya. Emmak, u're my life♡.
Untuk diriku sendiri, terimakasih karena akhirnya kamu mau keluar dari masa jahiliyahmu😂😂😂 dan memulai perjuanganmu untuk membanggakan emmak, satu-satunya orang yang kamu punya di dunia ini. Kamu selalu sangat berambisi untuk menjadi juara dimanapun karena yang ada di dalam pikiranmu adalah senyum emmakmu saat melihat piala yang kamu bawa.
Terimakasih karena kamu sudah mau menjadi dan menerapkan hidup sederhana sesuai dengan apa yang orang tuamu ajarkan sehingga sekarang kamu sudah bisa berjalan dengan cara yang sederhana untuk menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Walaupun tidak jarang kamu merasa iri melihat teman-temanmu yang mempunyai jajan yang beraneka ragam, mulai dari cokelat, keju ataupun roti yang harganya mahal.
Emmak selalu bilang kalau ilmu itu didapatkan bukan dengan kekenyangan, akan tetapi karena kelaparan. Setelah semua itu kamu berhasil menghadapinya, ternyata masih banyak kerikil-kerikil di depan yang sudah menunggumu.
Pada suatu hari, kamu menyadari skill yang kamu punya dan kamu ingin mengembangkannya. Akan tetapi respon apa yang kamu dapat dari orang lain? Ya, mereka mencaci, mwnghina bahkan menfitnahmu. Kamu sempat terjatuh, tersungkur. Ibumu selalu membantumu untuk bangun dan menginjak kerikil itu
Terimakasih karena kamu selalu mau melawan rasa takut untuk mencoba dan mencoba. Terimakasih karena kamu selalu menutupi rasa sakit dan tangis walaupun kadang harus berlari sejauh-jauhnya. Bukan karena kamu ingin keluar dari kenyataan, tapi karena kamu masih menyayangi dan ingin merawat dirimu sendiri. Mereka bilang kamu itu egois, introvert, apatis dan tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Apa kamu peduli terhadap omongan mereka itu? Tidak, kamu selalu menepis omongan itu dan berjanji kepada dirimu sendiri kalau kamu ingin menjadi lebih baik sebagai cara balas dendam.
Hari ini kamu sudah resmu berkepala dua dan mungkin setelah berkepala tiga nanti hidupmu akan berubah dari yang sekarang tentunya sesuai dengan seberapa besar perjuanganmu sekarang.
Tetaplah menjadi dirimu sendiri dalam versi yang terbaik. Happy Birthday dan selamat menua.
Wish u all the best and may all ur dreams come true aamiin.
Terimakasih buat semua orang yang sudah menyayangiku. Ily 3k♡.
Wednesday, July 15, 2020
Selamat Ulang Tahun Mbak Nia♡
Semakin ke sini, semakin banyak teman yang aku temukan dengan sifat mereka yang berbeda-beda. Mulai dari yang pintar, alim, apatis, atau bahkan yang supel. Dari semua temanku yang supel, aku selalu bersyukur karena bertemu dengan Mbak Nia, seorang perempuan blasteran Madura-Jember.
Aku memanggilnya dengan sebutan "Mbak" bukan karena umur dia yang lebih tua di atasku beberapa hari. Akan tetapi sifat dewasanya lah yang membuat aku tidak bisa memanggilnya tanpa diawali dengan panggilan "Mbak".
Ia adalah teman pertamaku di Jogja yang awalnya hanya kenal lewat grup mahasiswa baru kampusku saat itu. Kesan pertemuan pertama kita saja, aku sudah yakin kalau ia termasuk orang yang sangat mudah bersosialisasi dan itu adalah hal yang paling tidak bisa aku lakukan.
Mbak Nia, perempuan yang awalnya aku hanya anggap sebagai seorang teman biasa, tapi sekarang semua tentang dia tidak cukup jika hanya dideskripsikan dengan kata-kata alay jablayku ini. Ia selalu bisa meraih mimpi-mimpinya dengan caranya sendiri. Selalu bisa membuat orang-orang di sekitarnya merasa senang ketika mengenalnya.
Tidak dapat dihitung oleh angka semua kebaikannya. Ia yang selalu datang dan merawatku saat sakit. Tidak dapat dipungkiri kalau antara aku dan Mbak Nia terdapat banyak perbedaan baik dalam hal sudut pandang ataupun cara berinteraksi dengan orang. Akan tetapi kita sadar kalau semua orang pasti tidak akan selalu berjalan di jalan yang sama.
Mbak Nia, perempuan yang 20 tahun yang lalu, tepat pada tanggal yang sama dengan hari ini, 16 Juli, ia terlahir ke dunia dari rahim seorang perempuan hebat, shalihah yang biasa ia panggil dengan sebutan "ibuk".
Ia selalu berpikir bagaimana caranya menjadi anak yang mandiri. Sekarang, semua pikirannya saat itu sudah mulai ia realisasikan sejak beberapa bulan yang lalu. Ia berhasil menjadi reseller dari salah satu penerbit yang ada di Jogja dan membangun bisnis yang lainnya.
"Kita harus menjadi anak yang mandiri Mbak!" Ucap Mbak Nia waktu itu. Aku terhenyak saat ia ngomong seperti itu karena aku sendiri masih bingung bagaimana caranya hidup mandiri.
Mbak Nia, perempuan yang juga sama-sama bisa berbahasa Madura itu sudah resmi berumur 20 tahun pada tanggal 16 Juli hari ini. Selamat ulang tahun Mbak Nia♡. Semoga semua doa dan impian mbak segera terkabulkan. Aamiin ya rabbal alamin.
"Aku ingin orang-orang mengetahui ultahku karena murni usaha mereka sendiri." Ucap Mbak Nia beberapa jam yang lalu di salah satu warung kopi saat sedang rapat organisasi.
"Iya mbak." Jawabku sambil terkekeh dan tulisan ini semoga berhasil membuat mereka sadar kalau Mbak Nia, teman kita semua yang hebat sedang berulang tahun.
Once again, Happy Birthday my best sister♡.
Thursday, July 9, 2020
Jurus Kata "Tolong/Minta Tolong"
Selama di rumah, aku jarang sekali berinteraksi dengan banyak orang. Bukan karena aku ansos ataupun introvert, tapi karena aku memang lebih suka disibukkan untuk membaca dan menulis sambil guling-guling nggak jelas di depan tv. Karena kebiasaanku itu, akhirnya aku jarang bertemu dengan kawan-kawan yang kebetulan juga sama-sama pulang kampung.
Kemarin saat aku sedang melihat senja dari samping rumahku, aku baru ingat kalau selama masa pandemi ini sudah jarang orang yang nyuruh-nyuruh aku baik buat ambil atau membeli sesuatu. Biasanya saat di pondok dulu, aku sering pergi ke sekolah di sore hari dan teman-temanku titip untuk dibelikan makanan.
Ada dua alasan yang membuat aku mau menerima permintaan tolong mereka. Pertama, karena mereka tidak bisa leluasa untuk keluar dari pondok kecuali jam sekolah. Jabatanku sebagai salah satu pengurus OSIS membuat pengurus pondok mengizinkanku untuk pergi ke luar, baik untuk rapat OSIS ataupun rapat lainnya.
Kedua, aku sangat ikhlas untuk membeli makanan mereka (tentunya pakai uang mereka ya hahaha karena mereka cuma MENITIP) itu semua karena mereka tidak pernah lupa menyelipkan kata "tolong/minta tolong" saat mereka menyuruhku. Seperti ucapan Alfin, salah satu sahabat baikku, "Thoy (panggilan sayangnya buat aku), minta tolong belikan aku cimop dan cireng!"
Dari dua alasan itu, alasan kedualah yang selalu menjadi pusatku untuk membantu mereka. Bukan karena aku termasuk orang yang gila akan pujian dan ingin dihormat, tapi karena aku ingin menanamkan budaya menghargai baik untuk diriku sendiri ataupun orang lain.
Kita memang memiliki tangan, kaki, kata dan alat indra lainnya untuk melakukan sesuatu sendiri, akan tetapi tidak dapat dipungkiri kalau kita pasti pernah/akan membutuhkan pertolongan orang lain.
Tadi pagi saat adek sepupuku sedang sarapan di dapur, dia tidak bisa mengambil kerupuk di atas lemari karena masih kecil untuk ukuran lemari yang tinggi. Akhirnya dia menyuruhku untuk mengambil kerupuk tersebut tanpa ada kata minta tolong dalam ucapannya seperti biasanya.
"Ba'ung, ambilkan kerupuk di atas lemari!" ucap adekku saat itu. Tanpa babibu lagi, aku menyentil dahinya sampai dia meringis kesakitan. Setelah beberapa saat, akhirnya dia mengulang ucapannya. "Ba'ung, minta tolong ambilkan kerupuk di atas lemari!"
Aku tersenyum mendengar ucapannya karena akhirnya dia ingat kalau harus membudayakan kata "tolong/minta tolong" saat membutuhkan/menyuruh orang lain.
Aku adalah manusia yang masih sangat jauh dari kata sempurna terutama dalam hal ucapan. Aku sadar kalau beberapa kali aku menyuruh seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa menyelipkan kata "tolong/minta tolong". Akan tetapi selama aku masih ingat, aku selalu berusaha untuk menyelipkan kata itu walaupun pekerjaan tersebut sebenarnya merupakan kewajibannya.
Menurut artikel yang aku baca dalam kompas.com, mengajarkan seseorang untuk menggunakan kata "tolong", "terimakasih", dan "maaf" itu sangat penting terutama untuk anak-anak. Semua itu karena menunjukkan kesopanan dan rasa menghargai orang lain.
Kata "tolong/minta tolong" juga bisa menjadi sebuah penghargaan atas jasa yang sudah mereka lakukan. Mungkin hal itu memang terkesan sepele, padahal sebenarnya itu sangat penting terutama di zaman modern sekarang.
Segala sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil. Semoga kita menjadi orang yang selalu menjunjung tinggi kesopanan.
Tuesday, July 7, 2020
Sowan dan Kebahagiaan
Satu kebiasaan yang harus dilakukan oleh aku sama emmak setiap pulang ke kampung halaman sejak aku berhenti dari pondok. Sowan ke pengasuh pondok dan melepaskan rindu sama beliau-beliau yang hanya bisa kami lakukan setiap liburan semester.
Mungkin buat sebagian orang, nyabis (bahasa Madura dari sowan) ketika anak mereka sudah berhenti dari pondok hanya bisa dilakukan ketika ikut mengantarkan santri baru, akan tetapi tidak menurut emmak.
Emmak selalu mengajak aku sowan dan jika keluarga kami ada rezeki, emmak pasti selalu menyempatkan diri untuk membeli sayuran atau yang lainnya sebagai oleh-oleh.
Ketika kami sudah sampai di pondok, emmak mengajak aku sowan terlebih dahulu sebelum bertemu sama teman-temanku yang masih tinggal dan melanjutkan studi di pondok. Kata emmak, datang ke pondok itu seperti berkunjung ke rumah seseorang. Ketika kita sampai di rumah itu, hal pertama yang dilakukan adalah meminta izin kepada si pemilik rumah supaya bisa masuk.
Saat emmak berkata seperti itu, aku benar-benar malu tingkat dewa. Aku tidak bisa mempunyai pemikiran luar biasa seperti emmak walaupun studiku sampai di bangku kuliah, oleh sebab itu aku tidak pernah berhenti kagum sama emmak.
"Emmak, kenapa sih emmak selalu mengajak aku sowan setiap liburan?" tanyaku saat kami sedang dalam perjalanan menuju pondok waktu itu.
"Karena emmak ingin mengajari kamu supaya tetap menjaga silaturrahim sama pengasuhmu. Mereka adalah orang tuamu di pondok. Emmak juga berharap semoga kita mendapat barakah".
Begitulah kira-kira jawaban emmak waktu itu. Aku selalu senang saat sudah sowan ke pengasuh karena rasanya sangat damai sama seperti perasaan waktu aku masih di pondok dulu.
Emmak juga sangat suka bercerita sama pengasuh sehingga tidak jarang saat aku sowan sendirian, pasti beliau menanyakan kabar emmak.
Sowan ke pengasuh di pondok adalah kebahagiaan tersendiri buat aku dan emmak saat aku sedang liburan semester. Liburan kali ini membuat aku tidak bisa mendapatkan kebahagiaan itu.
Covid-19 membuat aku dan emmak harus menahan rindu sama pengasuh sampai liburan semester depan. Doa dan doa adalah obat dari rindu tersebut. Aku dan emmak benar-benar merindukan senyum, nasihat, dan pelukan (ibu nyiai) yang selalu mendatangkan kedamaian.
Liburan kali ini benar-benar mempunyai rasa yang berbeda. Aku tidak bisa mendengar nasihat dan melihat senyum pengasuh yang selalu membuat aku terharu dan juga selalu ingat untuk menjaga nilai-nilai kepesantrenan selama aku ada di dunia luar.
Sembari menulis ini, aku mencoba membayangkan pengasuhku (ibu nyiai) dengan senyumnya yang selalu indah, nasihat dan juga kasih sayangnya untuk seluruh santri-santrinya. Ya tuhan, panjangkanlah umur mereka dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku dan seluruh santri-santrinya.
Sunday, July 5, 2020
Aku Bangga Menjadi Santri
Tulisan ini ingin aku dedikasikan untuk semua teman-teman santri ataupun alumni. Menurut aku, kita semua beruntung karena pernah menjadi penghuni penjara suci. Well, bukan berarti aku bilang kalau mereka yang tidak pernah menjadi santri adalah orang yang tidak beruntung karena bagaimanapun ini hanyalah soal keimanan kita bahkan banyak orang di luar sana yang jauh lebih baik, takwa dan juga alim.
Dulu, saat alm.ayah memaksaku untuk tinggal di pondok pesantren, aku sangat sedih karena aku harus berpisah sama mereka. Tahun pertama mondok, aku sering sakit dan pulang ke rumah sampai-sampai ibuku menginap di pondok wkwkwk. Yang ada di pikiranku saat masih menjadi santri baru adalah bagaimana caranya supaya aku cepat menjadi alumni. Ternyata, setelah aku menjalani kehidupan di pondok, aku benar-benar jatuh cinta sama semua tentangnya. Tentang kedamaian dalam menjalani hidup, kekeluargaan bahkan pengasuh yang sudah seperti orang tua kita sendiri.
Mengantri kamar mandi, menjadi pengurus kamar, disanksi pengurus karena terlambat/tidak mengikuti shalat jamaah, begadang di mushalla saat ujian, ngantuk saat jam belajar adalah kebiasaanku di pondok yang sangat aku rindukan sekarang. Saat detik-detik terakhir tinggal di pondok, aku benar-benar merasakan yang namanya berat untuk meninggalkan pondok. Akan tetapi di sisi lain, aku juga bahagia karena aku keterima jalur non-tes di kampus luar pondok. "Enak ya kamu karena sudah resmi menjadi alumni" , begitulah kira-kira yang diucapkan oleh teman-temanku yang masih tinggal di pondok. Padahal tanpa mereka sadari, keinginan mereka untuk keluar dari pondok hanya karena memikirkan hal-hal yang senang seperti bisa memegang HP sepuasnya (Opini pribadi penulis).
Aku tidak ingin mengatakan kalau aku menyesal berhenti dari pondok, karena bagaimanapun itu adalah keputusanku dan aku harus tetap menjaga nilai-nilai yang didapatkan selama di pondok. "Kalau ingin tetap terhubung dengan para masyayikh, jangan lupa mengirimkan doa dan fatihah untuk beliau-beliau", dawuh salah satu pengasuh di pondokku yang masih sangat aku ingat saat acara Aswaja untuk kelas akhir (MA).
Untuk teman-teman yang masih tinggal di pondok,tetap patuhi peraturan dan teruslah mencari ilmu demi barakah. Dan untuk teman-teman yang sudah menjadi alumni, tidak ada kata mantan santri dan semoga kita tetap tersambung dengan barakah para masyayikh aamiin. Apapun alasan kalian untuk berhenti dari pondok, pikirkan dengan baik-baik karena hanya di pondok lah kalian akan di didik selama 24 jam untuk menjadi orang yang berakhlaqul karimah. Ana musytaq ilaik yaa ma'hadii.
Subscribe to:
Comments (Atom)