Thursday, May 21, 2020
Impian seorang perempuan desa
Aku tau kalau aku masih belum pantas buat nulis soal perjalananku buat raih cita-cita, apalagi sampek cerita soal beberapa keberuntungan yang aku dapatkan selama menjadi orang yang menuntut ilmu, tapi apa salahnya jika aku ingin berbagi setidaknya lewat tulisan ini suatu saat aku bisa menjadikannya sebagai alasan buat semakin berani buat melangkah. Dulu tepatnya saat masih duduk di kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah (MI), aku hanyalah perempuan desa yang kerjaannya cuman main layang-layang, umpetan bareng tetangga sekaligus temanku yang lain. Saat itu keluargaku masih lengkap dan kita hidup sangat bahagia tentunya dengan dukungan satu sama lain sampai akhirnya tanggal 27 ramadhan tepatnya habis shalawat taraweh tuhan memanggil ayahku untuk selamanya. apakah waktu itu aku sedih? Sebenarnya aku tidak cukup ingat perasaanku waktu itu, tapi intinya aku cuman menangis disamping makam ayahku sambil ingat wasiat terakhir ayahku "kamu harus mondok". Ya, ayahku adalah orang yang sangat antusias untuk menyekolahkan aku di pondok pesantren dan aku sangat bersyukur karna sejak itu aku mulai paham tentang arti berjuang dan impian untuk membahagiakan ibuku, satu-satunya orang tua yang aku punya di dunia ini. Setelah melewati proses yang cukup panjang, akhirnya aku mulai resmi menjadi seorang santri. Tidak mudah rasanya buat betah di pondok sampai-sampai selama satu tahun aku selalu sakit dan terpaksa dibawa pulang. Tahun kedua barulah aku sadar kalau aku harus berusaha buat betah di pondok. Tahun ketiga aku juga mulai mempunyai impian untuk selalu menjadi yang terbaik. Tidak terasa saat itu perjuanganku baru membuahkan hasil. Ya, aku dinobatkan sebagai peraih ranking ketiga di kelas 9 C. Aku sangat bahagia karna momen itu merupakan momen pertama kali aku bisa membuat ibuku bangga atas prestasiku. Masa-masa MTS sudah aku lewati akhirnya aku kembali melanjutkan studi Aliyahku tetap di pondok pesantren yang sama. Jurusan bahasa adalah pilihanku karna kecintaanku terhadap salah satu bahasa asing internasional yaitu bahasa Inggris. Kelas 1,2,3 tuhan selalu memberiku kebahagiaan dengan memberikan aku hasil yang memuaskan. Ketika ada waktu luang aku selalu merenung sendirian dan mensyukuri semua pemberian tuhan karna aku sadar aku tidak akan bisa tinggal di pondok pesantren sampai 6 tahun karna melihat ekonomi keluargaku yang termasuk kategori menengah kebawah. Ya, ibuku adalah orang tua tunggal dan mata pencahariannya adalah sebagai seorang petani yang tentunya tidak berpenghasilan tetap. Sedangkan SPP pondok, uang buku paket , seragam, uang kiriman dll lumayan mahal , akan tetapi ibukku selalu percaya kalau tuhan akan selalu memberikan rezeki dan jalan buat mereka yang ingin menuntut ilmu. Alhamdulillah ibuk selalu bisa membayar spp, seragamku dengan tepat waktu. Saat melihat sepupu, teman-teman pondok yang kirimannya sangat mewah kadang aku juga iri, tapi lagi dan lagi aku sadar aku bukanlah mereka yang sudah dilahirkan dari keadaan keluarga berada, tapi aku adalah anak yang sedang berusaha untuk membuat keluargaku diangkat derajatnya. "Nak, hidup di pondok itu kita belajar irit,m dan tarekat biar ilmu yang kita dapat tetap melekat" nasihat ibuk yang selalu ibuk katakan sebelum dia pulang saat mengunjungi aku di pondok. Rasanya masih banyak deskripsi kehebatan ibukku yang belum aku tuliskan, tapi percayalah akan ada chapter tersendiri untuk menggambarkan sosok ibukku yang hebat. Ketika kelas akhir MA, disitulah aku merasa kebingungan karna mikirin soal kuliah. Aku emang bingung saat itu, tapi aku tidak pernah malu buat nge list semua kampus impian di dairyku. Saat itu tiba-tiba ada salah satu teman kelasku yang bercerita soal jalur snmptn (jalur non tes buat kuliah) dengan bermodal nilai raport. Saat itu aku mulai berani melangkah buat mencari informasi seputsr snmptn, menghubungi TU, bahkan aku suka antri warnet yang tentunya tidak sebentar untuk mendapatkan antrian. Melewati proses yang cukup sulit, akhirnya aku mendaftar di jalur snmptn dengan memilih salah satu kampus di kota istimewa yogyakarta dan surabaya. Dua kota itu sama sekali belum pernah aku kunjungin. Aku mulai minta restu ibukku dan tuhan pun juga merestuinya. Syukur alhamdulillah saat itu aku dinyatakan sebagai salah satu siswa di sekolah MA ku yang lolos dalam jalur snmptn. Aku mulai mengurusi berkas yang perlu lengkapin dan mengikuti verifikasi snmptn dengan didampingi ibuk, mbak, dan beberapa keluargaku yang lain ke Yogyakarta. Apa modalku saat itu? Modalku saat itu hanyalah doa, keberanian dan juga satu kenalan yang kebetulan pernah menjadi teman kamarku selama di pondok. Kita sampai jam 2 pagi didepan kampusku dan akhirnya kita dijemput sama temanku dan numpang shalat subuh di kosnya dia. Jam 8 aku mulai berangkat ke kampus tentunya didampingin sama temanku. Saat itu, posisiku sedang berdua bersama temanku yang juga sama-sama dari sekolah MA dan kita juga lolos di jalur yang sama, hanya saja takdir berkata lain. Ya, dia gagal lolos ke tahap verifikasi karna ada kesalahan data didalam raport yang dia input saat mendaftar. Akhirnya setelah verifikasi selesai, aku kembali pulang dan balik ke pondok buat menjalankan aktifitas seperti biasanya tentunya dengan perasaan deg deg an karna menunggu hasil verifikasi serta penggolongan ukt. Selama mengurus berkas yang aku butuhkan, ibuk selalu setia menemani aku baik itu ke kepala desa, warnet (karna posisiku waktu itu punya punya hp android), bahkan sampai ke jogja. Setelah melakukan penantian yang cukup panjang akhirnya aku berhasil lolos dan dinyatakan resmi sebagai mahasiswa baru di salah satu universitas daerah istimewa yogyakarta sampai akhirnya hari itu tiba. Hari dimana keluargaku mengantarkan aku buat ke Jogja dan mereka pulang tanpa aku. Apakah aku nangis saat itu? Nggak usah ditanya lagi karna waktu itu aku selalu nangis bahkan tidak malu lagi buat mencium ibukku. Akhirnya aku benar-benar sendirian di kos setelah semua keluargaku pulang. Satu tahun pertama di jogja sudah banyak lika-liku jalan yang harus aku tempuh dan di tahun itu juga aku mulai bertemu dengan keluarga baru, teman baru bahkan lingkungan baru. Dan sejak itu, aku kembali bertekad untuk memulai perjuangan dengan tanjakan yang lebih menantang.
Thank you my mom.
Thank you teman-teman yang sudah meluangkan waktunya buat baca bacotanku ini. Semoga nanti aku bisa kembali menulis kisah perjuangan tentunya dengan hasil yang memuaskan. See u on top. Luv ya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment