Sunday, October 9, 2022

Mencatat Pengalaman Kerja


Hello everyone... long time no greet you all🙌
     Setelah melewati minggu-minggu yang super duper hectic dengan semua drama kerjan, ngajar, rapat, persiapan cita-cita pribadi, sampai dengan drama jam tidur dan mood makan yang berantakan dan finally I can write my own story in this blog again. 
     Selama sibuk dengan kerja dalam beberapa bulan terakhir, ternyata ada hal baru yang aku sadari. Adapun hal baru tersebut adalah kebiasaanku yang perfeksionis dan ambis mulai sangat dan sangat terlihat. Menjadi orang yang ambisius dalam dunia kerja ternyata melelahkan akan tetapi, jiwa ambisius tersebut seperti sudah mendarah daging dalam tubuhku. 
     Berbicara jiwa ambisius, ada satu hal yang ternyata juga baru aku sadari. Suka bekerja dan melakukan banyak kegiatan yang merupakan kebiasaanku ternyata tidak semata-mata tumbuh dari dalam diriku sendiri melainkan juga karena sejak kecil yang aku lihat dari ibuku adalah seorang ibu yang selalu bekerja tetapi tetap bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik.   
     Sejak bangun dari tidur di pagi hari, ibu selalu bekerja mulai pergi ke ladang, mengikuti pengajian ibu-ibu, takziah, pergi kondangan, sampai mengurus anak tunggalnya yang selalu merepotkan yang tidak lain adalah diriku sendiri hahaha. Suatu hari ketika ibu pulang dari belanja di pasar, ibu langsung siap-siap untuk melakukan kerjaan yang lain. 
     “Kayaknya ibu udah mati rasa terhadap rasa capek” batinku melihat ibu yang 24/7 rasanya penuh dengan kerjaan. 
       Jika melihat ibu tidur, maka itu hanya di malam hari. Apakah kesibukan ibu tersebut membuatnya tidak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik dan jam tidurnya berantakan? Jawabannya adalah TIDAK. Prinsip kerja di siang hari dan tidur di malam hari adalah prinsip yang sangat ibu terapkan dalam hidupnya. Walaupun ibu tidak penah mengatakan hal tersebut, akan tetapi aku bisa melihat implementasi prinsip tersebut dalam hidupnya.
     “Bekerja itu harus karena perempuan juga mempunyai hak untuk bekerja baik didalam rumah maupun diluar rumah” nasihat yang dikatakan ibu suatu hari kepadaku ketika aku mau kembali ke Jogja. 
       Dunia kerja memang masih sangat asing buatku tetapi dengan bekerja, aku juga menemukan banyak pelajaran yang mungkin tidak ku temukan teorinya selama duduk di bangku S1. Walaupun bekerja bukan tujuan utamaku, akan tetapi bekerja juga mendukungku untuk mencapai sesuatu yang ku inginkan. Kecintaanku terhadap dunia kerja juga tidak hanya muncul dari diri sendiri melainkan juga karena lingkunganku yang sepertinya tidak pernah diam.

Wednesday, August 10, 2022

Life After Graduation

     
      Biasanya hal pertama yang aku lakukan setelah bangun tidur, beres-beres kamar dan sarapan adalah mengerjakan skripsi. Anak semester akhir sekali bukan Hahaha. 
     By the way, kebiasaan itu sudah tergantikan kebiasaan lain dimana kehidupanku setelah lulus dari S1 adalah kehidupan di dunia kerja. Long story short, aku berhasil mendapatkan pekerjaan sesuai impianku where I want to work as a teacher, tetapi mimpiku buat menjadi dosen tetap dong, cuma i need time to continue my study first. 
      Untuk mendapatkan pekerjaan ini menurut orang-orang gampang, padahal they don't know the journey. Walaupun it's such a special gift for me dimana aku tidak perlu melamar even aku diminta buat ngajar karena relasi sebelumnya ketika aku menjadi asisten dosen, I still need time to adapt with my new habitual action. Masuk kerja tiga dalam seminggu membuat aku bisa mengerjakan pekerjaan lain seperti mengajar private or even masih bisa menikmati me time kalau sudah bornout tingkat dewa. Namun, di tulisan kali ini bukan hal itu yang ingin aku bahas, melainkan aku ingin bercerita bagaimana cerita-cerita yang dulu hanya biasa aku tonton di YouTube or TikTok dan sekarang menjadi kenyataan didalam hidupku haha. 
    what is that? 
      Sudah tidak asing lagi buat para alumni mahasiswa yang memasuki dunia kerja atau melanjutkan studi pasti akan merasakan yang namanya sulit bertemu teman-teman karena kesibukan yang mulai berbeda. Disaat seperti ini, ingin rasanya aku berterimakasih yang tidak terbatas buat penemu HP sehingga ketika aku pengin curhat atau sekedar ingin bertanya kabar teman-teman, kami tetap bisa komunikasi lewat sosial media. Namun, bukankah bertemu secara langsung itu lebih enak? Ya betul, tetapi memaksa orang lain untuk selalu stay disamping kita bukankah itu egois? Begitupun dengan kita yang mungkin juga tidak selalu 24/7 ada disamping mereka or even melakukan chat tiap saat bersama mereka. 
      Tadi pagi, untuk pertama kalinya setelah aku lulus dari kampus, aku menghadiri wisuda teman-teman seangkatan. Antusias, itulah perasaan pertama yang aku rasakan sebelum berangkat ke kampus. Setiba di kampus, aku melihat wajah-wajah teman yang sepertinya tidak memiliki beban, tetapi siapa sangka ketika kami bercerita satu sama lain, ternyata diantara mereka juga ada yang masih berjuang dengan mencari pekerjaan, resign dari tempat kerja, dan ada juga yang masih sibuk dengan mencari jati diri. 
       Mendengar cerita mereka, aku jadi yakin tentang satu hal bahwa semua orang itu berjuang di jalannya masing-masing. Mungkin saat ini jalanku, jalanmu, atau jalan kita memang masih berliku-liku, tetapi bukankah itu yang akan menjadi kenangan manis ketika kita sukses. Apapun pahit manisnya, tetap berjalan dan yakin that we will shine.

Friday, April 1, 2022

Perjalanan Mendapat Gelar S.S

      
 2 tahun ini mulai 2021 sampai 2022 terasa berjalan dengan sangat cepat. Tahun 2021 dimana aku masih menjalani aktifitas sebagai mahasiswa s1 yang berusaha menyibukkan diri di organisasi dan tidak lain kerjaannya adalah rapat, menjalankan program kerja, dan menyetor laporan kegiatan sambil mengerjakan skripsi tiba-tiba sudah pindah ke 2022 dimana statusku sudah menjadi calon alumni kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Semuanya terasa berjalan dengan sangat cepat walaupun dibalik perjalanan itu, banyak tangis, tawa, kehilangan, dan penyambutan yang juga terjadi. Hal yang sangat memoriable buatku di tahun 2021 adalah proses proses pengerjaan skripsi dimana pada tanggal 22 September 2021, aku mengikuti sidang proposalku dan menjadi mahasiswa pertama di angkatan 2018 yang waktu itu nekat sidang proposal padahal aku sedang berlibur bersama sahabat-sahabatku di kota Bangkalan, Madura. 
      Setelah sidang proposal selesai, aku mulai mengerjakan skripsi dengan sangat-sangat ngebut sehingga pada tanggal 28 Oktober 2021, aku berhasil menjadi salah satu pembicara di konferensi internasional. Topik yang ku bawa waktu itu adalah skripsiku sendiri. Kemudian, pada tanggal 24 Januari 2022, aku melakukan pra-sidang skripsi karena sidangku sudah dihitung waktu acara konferensi internasional dan diganti dengan desk evaluation. 
      Selama pengerjaan skripsi, aku belajar banyak hal, mulai dari harus mandiri, konsisten, kuat lahir batin, sabar, dan juga bodo amat. Tuntutan untuk menjadi mandiri dalam dunia mahasiswa benar-benar aku rasaakan ketika mengerjakan skripsi. Tidak ada teman atau sekalipun ada hanyalah teman dekat yang mau untuk berproses bersama, wara-wiri ke kampus bersama, dan juga mengejar target bersama. Saat mengerjakan skripsi, aku juga lebih sering pergi ke Psikolog untuk hanya sekedar bercerita tentang perjalananku sebagai mahasiswa semester akhir. Banyak ekspektasi yang aku terima, tetapi orang-orang tidak pernah tau tentang tantangan dan kendala yang sebenarnya waktu itu aku jalani. 
      Selain berjuang dengan perasaan - perasaan diatas, dalam perjuangan untuk menyelesaikan s1 ini, aku juga harus berjuang untuk mendapatkan skor TOEFL 500 karena merupakan syarat untuk mendaftar sidang (khusus program studi Sastra Inggris). Kegagalan-kegagalan dalam tes TOEFL, pulang kampung saat sedang mengerjakan skripsi untuk merawat ibu yang sedang sakit, menangis ketika capek karena harus konsisten setiap hari berkutat dengan skripsi, menangis karena terkadang tidak bisa bimbingan karena ada beberapa kendala baik dospem yang sedang ada acara atau kendala yang lain, sampai menangis karena beberapa anggota keluarga meninggal saat aku sedang mengerjakan skripsi merupakan momen yang sangat-sangat aku ingat hingga detik ini dimana aku menulis tulisan ini.
      Semua perjalanan dan tantangan yang aku dapatkan selama menjadi mahasiswa semester akhir tidak pernah aku sesali karena semua itu adalah prosesku untuk menjadi dewasa dan menjadi lebih kuat. Now, I did it. I did it greatly. I already become one of the alumnus of my major, and one of my happiness is that my lecturer choose me to be their assistant in teaching. What a beautiful gift from Allah SWT. Besides, I can also reach my dream to be a cumlaude student, and yaaa I get it. The main point that I want to deliver in this writing is DO NOT EVER GIVE UP, DO YOUR BEST. Ingat, Allah SWT akan selalu bersamamu dan pasti akan ada jalan di setiap mimpi.


Saturday, February 19, 2022

Ekspektasi yang Membunuh

    
     Beberapa orang berbahagia atas datangnya tahun baru. Beberapa orang lainnya justru mulai resah karena banyak hal yang belum mereka capai di tahun sebelumnya. 
   Sebelumnya, aku ingin minta maaf kepada kalian yang sudah setia membaca blogku karea aku sudah lama tidak mampir di blog yang merupakan diary kesayanganku ini. Hal tersebut tidak lain karena sibuknya aku sebagai mahasiswa semester akhir yang akhirnya sekarang sudah bisa terlepas dari kekangan skripsi. Yes, I did it well.Thank you everyone for all supports and prayers.
    Kembali ke topik utama hehe, jadi beberapa harri terakhi, aku memang jarang kumpul bersama teman-temanku karena kesibukanku sebagai guru private dan freelancer sehingga aku hanya bisa mengandalkan sosial media untuk berkomunikasi dengan mereka. Jarangnya pertemuan itu pun membuat aku kurang tau perasaan orang-orang tentang kehidupan mereka sampai suatu hari seorang teman bercerita kalau dia sedang mengalami quarter life crisis. 
    Quarter life crisis secara singkat merupakan perasaan cemas akan masa depan. Berdasarkan ceritanya tersebut, aku menyimpulkan bahwa kecemasannya tersebut tidak murni karena perasaan dia sendiri melainkan karena ada tuntutan dari eksternal. Why did I say that? karena di zaman sekarang, terlalu banyak orang yang ber ekspektasi kepada orang lain dan temanku merupakan salah satu korban dari ekspektasi orang-orang di sekitarnya.        Di umurnya yang sekarang, orang-orang mengatakan kalau harusnya dia sudah menemukan pasangan hidup, memiliki karir yang sangat  menunjang biaya hidupnya, memiliki keluarga yang selalu me support prosesnya dan masih banyak ekspektasi lain yang diberikan kepadanya.
     Mendengar ceritanya tersebut, aku juga ikut prihatin karena ternyata ekspektasi orang terhadap orang lain justru bisa membuat orang lain jatuh sejatuh-jatuhnya. Karena ekspekttasi tersebut, akhirnya orang yang bersangkutan tidak bisa menikmati perjalanan hidupnya, tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, bahkan sampai tidak bisa mengenal dirinya sendiri dari saking sibuknya memenuhi ekspektasi orang lain. 
    Sambil  membantu temanku untuk keluar dari zona tersebut, aku mulai meyakinkan diri sendiri untuk tidak sibuk terhadap ekspektasi orang lain dan fokus terhadap keinginan dan pencapaian untuk membahagiakan orang-orang tersayang.

Sunday, January 2, 2022

New Year, New Challenge

    
      Bohong apabila aku memulai tulisan ini tidak dengan air mata karena pada nyatanya aku masih meneteskan air mata sambil mengetik di keyboard mini kesukaanku. Aku tidak hanya ingin bercerita tentang diriku, tetapi juga pengalaman pahit dan manis yang ku dapat selama tahun 2021.
    Ok, untuk lebih mudah dipahami, let me start this story. Semoga kalian tidak bosan membacanya dan bisa menjadi hiburan dan aku akan sangat bahagia sekali apabila tulisan ini ternyata bisa menjadi penyemangat untuk kita semua.
    Januari-Februari, bulan dimana aku kembali memulai akktifitas sebagai anak kuliah dan organisasi. At first, aku selalu bilang kalau aku tidak ngin melanjutkan organisasi di semester 5-akhir, tetapi tuhan berkehendak lain. Di awal kepengurusan, aku selalu bilang kepada ketuaku kalau aku masih proses menerima posisiku sebagai wakil ketua sampai akhirnya tidak lama kemudian kami belajar bahwa menerima itu tidak sulit, menerima tanggung jawab itu tidak sulit dan kami menjalaninya dengan ikhlas insyaAllah sampai hari ini dimana kami onofficially lengser. Selain momen organisasi, aku juga mewarnai Januariku dengan bertemu dengan salah satu orang yang berjasa buat diriku pribadi di Jogja. Let me call her mbak Auli. Perempuan baik hati yang mau menerima aku apa adanya bahkan sejak pertama kali aku menginjakkan kaki bersama keluargaku di Jogja. Pertemuan pada saat itu merupakan pertemuan terakhir kami sebelum dia kembali ke kampung halamannya di Lampung lantaran sudah berhasil menyelesaikan studinya dengan sangat baik. Dimanapun dia berada, she always becomes my best sister.
    April, bulan dimana kebahagiaan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Di bulan ini, ibu melakukan operasi disebabkan benjolan di lehernya. Selama aku menjadi anak beliau, that was my first time to see her crying. Walaupun ibu baik-baik saja sebelum dioperasi, tetapi tetap saja aku tidak bisa bernyawa dengan tenang selama ibu operasi sampai akhirnya Alhamdulillah beliau sembuh. Setelah ibu sembuh dilanjutkan dengan kegiatanku mengajar di sebuah kursusan yang sudah ku anggap sebagai tempat mencari keluarga. Kursus bahasa Inggris tersebut merupakan tempat dimana aku belajar bahasa Inggris setelah pesantrenku. Selama bulan Ramadhan, aku menghabiskan waktu untuk mengajar dan bejar bersama teman-teman dan anggota baru.
     Mei, terdapat dua kebahagiaan di bulan ini, diantaranya hari lebaran dan hari dimana sohib kampret berkunjung ke gubuk reotku. Di hari lebaran, aku menemukan kebahagiaan yang lebih dari biasanya di wajah ibu yang mungkin karena bahagia melihat ponakan, anak dan seluruh keluarganya bisa berkumpul. Sedangkan di hari dimana sohib kampret berkunjung ke gubuk reotku, aku merasa sangat bahagia karena aku bisa memperkenalkan mereka kepada ibu sebagai saudara-saudara yang sudah selalu menjagaku selama di Jogja walaupun beberapa bulan terakhir kami memang sangat jarang menyengajakan pertemuan disebabkan kesibukan masing-masing. 
     Juni, aku kembali disibukkan dengan kegiatan organisasi. Tidak hanya itu, aku juga harus berusaha dengan sangat keras supaya antara organisasi dan kuliah bisa seimbang, and I did it well walaupun prosesnya memang berdarah-darah dan tidakk instan. Di bulan ini, aku belajar bagaimana cara menjadi seorang sekretaris yang baik dalam sebuah kepanitian dan men-handle acara hanya bersama panitia yang sangat sedikit. Capek? Iya tetapi kami menikmati semua proses tersebut. 
    Juni-Agustus, tidak banyak hal yang ku lakukan di bulan-bulan ini selain melaksanakan KKN di sebuah desa yang sangat ku kagumi dengan udaranya yang  sangat bersih. Selama dan sesudah KKN, aku bertemu dengan banyak orang baru, aku belajar banyak hal dimulai dari cara mengolah emosi, bekerja dalam tim, sosialisasi bersama masyarakat dan menjalin komunikasi dengan baik bersama semua orang. Selama KKN, aku juga belajar bahwa orang bisa jahat dan orang juga bisa menjadi baik. No I do not want to tell many things about it cause right now, I already forget the broken heart because of self blaming. Fyi, pada bulan Juli aku ulang tahun yang ke 21 tahun dan mendapatkan doa serta hadiah dari sahabat, keluarga, teman dan para oeang baik.
September, bulan dimana aku menjadi bolang. Aku bersama tiga orang temanku pulang ke Madura dengan naik motor dan menembus jalanan yang jaraknya beratus-ratus kilometer. Kami menikmati semua kenangan selama tour tersebut termasuk dimana ketika aku sidang proposal dan mereka menemani momen tersebut. 
     Oktober-November, salah satu bulan dimana aku mencapai sesuatu yang mungkin bisa membuat aku sedikit bangga kepada diriku sendiri walaupun masih didominasi oleh rasa benci terhadap diri sendiri. Pada bulan ini, aku berhasil menjadi salah satu speaker dalam sebuah konferensi internasional. Pencapaian tersebut berkat ajakan dari temanku dan Alhamdulillah kami berdua berhasil lolos untuk menjadi speaker. Berbicara di depan banyak orang including orang dari luar negeri walaupun secara virtual membuat aku tidak lupa bagaimana perasaan grogi sebelum presentasi sampai akhirnya semua presentasi berhasil ku sampaikan. 
     Desember, bulan dimana nikmat tuhan berupa kesehatan sangat aku syukuri. Bulan ini aku harus merawat ibuku yang sedang sakit sendirian dan menungguinya di rumah sakit selama empat hari. Bulan Desember adalah bulan penutup dari semua kisahku di tahun 2021. Memang tidak menarik ceritaku, tetapi ku harap kalian bisa menikmatinya. Harapanku di tahun 2022 adalah semoga menjadi pribadi yang lebih kuat, tangguh, berani dan bisa menjadi lebih baik dalam semua hal. Apapun harapan kalian di tahun baru ini, mari kita aminkan bersama-sama.