Saturday, December 26, 2020

Desember

    
     Jika ditanya momen paling berat yang pernah aku hadapi di dunia ini, maka jawabannya adalah di saat aku berumur 20 tahun lebih tepatnya di akhir tahun 2020. Yups, bulan itu adalah bulan Desember, bulan yang sebentar lagi akan digantikan posisinya oleh bulan baru yang ditunggu-tunggu oleh semua orang. 
     Selama ini aku memang belum cukup mengenal diriku sendiri, tapi yang aku tau, aku tidak pernah merasa stress, depresi, bahkan sampai tingkat mau menyerah.             Tulisan ini bukan hanya untuk melampiaskan semua emosi, kesedihan, kemumetan, dan air mata yang sudah aku rampung selama 20 hari. Namun, tulisan ini aku dedikasikan kepada kalian yang pastinya harapanku adalah semoga kalian tidak pernah merasakan seperti apa yang aku rasakan. 
     Sejak aku bekerja di suatu tempat, aku memang selalu menanamkan yang namanya mencintai sebelum mengeksekusi. Artinya, aku berusaha menerima posisiku waktu itu dan kemudian aku mengerjakan pekerjaannya.        Memasuki masa-masa berakhirnya kontrak kerja, di tempat tersebut ada pergantian karyawan yang artinya pasti orang-orang yang ku temui berbeda dengan sebelumnya. Sebagai orang yang sangat tidak suka dengan sebutan "penitip nama", aku memutuskan untuk kembali ke kantor di tengah pandemi untuk mengurusi beberapa berkas yang memang bersifat urgent. 
     Aku tidak pernah merasa kesal ataupun benci jika kerjaanku dibilang tidak memuaskan, akan tetapi aku sangat tidak suka jika diberitahu atau ditegur dengan kasar. Mungkin untuk sebagian orang hal tersebut biasa saja, tapi di tempat tersebut tidak hanya mereka yang capek. Memiliki partner kerja dan anggota yang pengertian bahkan membantu dengan sangat banyak tanpa mengharap apapun benar-benar pemberian tuhan kepada aku waktu itu. 
     Kepada tiga orang aku selalu mengeluh, menangis, mensupport, dan meminta bantuan serta keikhlasan mereka untuk menyelesaikan project itu bersama-sama. Kenyamanan di tempat kerja, karyawan yang ramah, dan saling menyapa merupakan hal kecil yang justru bisa membuat kerjaan seseorang bisa selesai dengan maksimal. 
    Selama menghadapi semua itu, aku selalu menghibur diri sendiri dengan bilang "it's okay Yul, sebentar lagi selesai kok". Waktu Itu, Perasaanku bercampur aduk, mulai dari senang sampai sedih. Senang karena urusan dengan karyawan yang "menyebalk**" akan segera selesai. Sedih karena harus berpisah dengan tim yang sangat loyal, kinerjanya bagus dan sangat kompak. 
     Tidak lama setelah kejadian yang menyuramkan itu, aku bertemu dengan culture yang sebelumnya tidak pernah terlibat sama sekali di dalam hidupku. Aku tidak bisa menceritakan secara detail dari culture itu karena aku benar-benar tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaanku ketika terlibat dalam culture tersebut. Sedih, stress, depresi, down, worry dan perasaan yang lain. 
    Satu kata yang muncul di benakku waktu itu, yaitu " MENYESAL". Menyesal karena sudah berani masuk ke dalam, menyesal karena tidak mengikuti apa kata hatiku sebelumnya. Tidak ada hari tanpa menangis, mencakar rambut, memukul kepala dan mogok makan selama berhari-hari bahkan aku sempat berpikir untuk berhenti ibadah. Namun, tuhan saved me. Tuhan masih menyayangiku dengan kembali menghadirkan orang-orang yang memelukku setiap saat bahkan aku tidak tahu kenapa mereka sebaik itu dan seribu terimakasih pun tidak akan cukup mewakili perasaan terimakasihku kepada mereka. 
     Apa aku selalu menangis di depan orang lain? 
    Tidak. Orang-orang tidak sadar akan kondisiku waktu itu bahkan aku masih mengerjakan apa yang menjadi kewajibanku. Di sisi lain, aku bersyukur karena pernah berada di posisi itu karena jujur, banyak sekali hikmah yang bisa aku petik dari kejadian tersebut. 
    Salah satu hikmahnya adalah aku bisa belajar culture baru, tidak lagi menjadi orang yang gampang mempercayai orang lain, cukup kebal mendengar hujat an terutama di sosial media karena situasi nya yang masih pandemi. 
     Sebelum aku benar-benar berhasil menyembuhkan diri dari kejadian itu, aku kembali mendapat sambaran petir. Di suatu siang yang cukup mendung dan aku masih bersembunyi di dalam selimut karena badanku yang sudah tidak kuat menahan sakit, lebih tepatnya sakit batin (bukan gila loh ya:v), HP ku berbunyi menandakan ada panggilan dari keluargaku karena notifnya memang  notif yang hanya aku setting untuk panggilan dari keluarga. 
    
    Aku mendengar suara perempuan hebat (ibu) yang lemah. Ya, ibuku sedang sakit. Sebenarnya, kabar itu sudah aku dengar seminggu sebelumnya, akan tetapi ibu melarangku untuk pulang. Namun, setelah mendengar suara ibuku waktu itu, semua kerjaan yang belum selesai sama sekali tidak aku pikirkan. Aku memutuskan untuk pulang kampung dan merawat ibuku yang merupakan satu-satunya orang tua yang aku punya di dunia. 
    Satu perasaanku waktu itu adalah "TAKUT". Duniaku waktu itu sedang tidak baik-baik saja. Kata-kata ini sangat-sangat tidak cukup menggambarkan perasaanku, akan tetapi setidaknya aku menulis, menangis, dan bercerita. Aku sudah kuat, dan betul apa kata dosenku waktu Itu bahwa badai justru membuatku jauh lebih kuat. Terimakasih Desember untuk semua cobaan yang memberikan kekuatan.

Monday, December 7, 2020

General Problem

     
     Corona masih setia tinggal di bumi. Namun, semua kegiatan tidak berhenti dan orang-orang selalu mencari cara bagaimana mereka tetap beraktifitas walaupun dari rumahnya masing-masing.       Salah satu hal yang mungkin membuat teman-temanku sedikit merasa kesal dengan situasi saat ini adalah karena mereka, terutama anak organisasi , tidak bisa merealisasikan program kerjanya dengan baik. 
     Mereka harus memutar otak dan mencari seribu cara supaya program kerja mereka tetap jalan dan dilakukan secara daring. Bayangkan kalau kalian harus rapat, nyiapin acara sampai melakukan lpj secara daring. Mungkin hal Itu bisa terhandle, tapi KesalahPahaman, kemumetan dan perasaan stress yang lain selalu menjadi bunga-bunga di dalam hidup mereka. 
      Sebagai anggota organisasi yang sleber (antara semangat dan tidak semangat), aku cukup kaget ketika sadar kalau sebentar lagi semua organisasi akan mengadakan yang namanya pemilwa. Artinya, aku sudah akan lengser dari jabatan pengurus sebentar lagi. Namun, satu hal yang menjadi pertanyaanku di saat aku sedang tiduran dan menikmati hujan Jogja yang sukanya bertamu di sore hari. 
     Pertanyaan Itu adalah "apa saja perbedaan yang akan ditemukan pada pemilwa kali ini?"
     Selama 2 tahun menjadi seorang mahasiswi, banyak cerita teman-teman baik dari mereka yang pro ataupun kontra terhadap pemilwa. Buat mereka yang lebih memilih "manut" terhadap hasil pemilwa mayoritas beranggapan bahwa pemilwa hanya membuat orang-orang melakukan demo (padahal Itu kampanye🙄) di hari H pemilwa. 
     Lantas, bagaimana dengan pemilwa di tengah pandemi ini yang pastinya hal seperti Itu tidak Akan ditemukan di depan atau taman fakultas? 
     Masihkah perdebatan tentang pemilwa tetap terjadi? 
     Ok, mari kita lihat saja dan saya siap menjadi pendengar sejati🙂