Saturday, February 19, 2022

Ekspektasi yang Membunuh

    
     Beberapa orang berbahagia atas datangnya tahun baru. Beberapa orang lainnya justru mulai resah karena banyak hal yang belum mereka capai di tahun sebelumnya. 
   Sebelumnya, aku ingin minta maaf kepada kalian yang sudah setia membaca blogku karea aku sudah lama tidak mampir di blog yang merupakan diary kesayanganku ini. Hal tersebut tidak lain karena sibuknya aku sebagai mahasiswa semester akhir yang akhirnya sekarang sudah bisa terlepas dari kekangan skripsi. Yes, I did it well.Thank you everyone for all supports and prayers.
    Kembali ke topik utama hehe, jadi beberapa harri terakhi, aku memang jarang kumpul bersama teman-temanku karena kesibukanku sebagai guru private dan freelancer sehingga aku hanya bisa mengandalkan sosial media untuk berkomunikasi dengan mereka. Jarangnya pertemuan itu pun membuat aku kurang tau perasaan orang-orang tentang kehidupan mereka sampai suatu hari seorang teman bercerita kalau dia sedang mengalami quarter life crisis. 
    Quarter life crisis secara singkat merupakan perasaan cemas akan masa depan. Berdasarkan ceritanya tersebut, aku menyimpulkan bahwa kecemasannya tersebut tidak murni karena perasaan dia sendiri melainkan karena ada tuntutan dari eksternal. Why did I say that? karena di zaman sekarang, terlalu banyak orang yang ber ekspektasi kepada orang lain dan temanku merupakan salah satu korban dari ekspektasi orang-orang di sekitarnya.        Di umurnya yang sekarang, orang-orang mengatakan kalau harusnya dia sudah menemukan pasangan hidup, memiliki karir yang sangat  menunjang biaya hidupnya, memiliki keluarga yang selalu me support prosesnya dan masih banyak ekspektasi lain yang diberikan kepadanya.
     Mendengar ceritanya tersebut, aku juga ikut prihatin karena ternyata ekspektasi orang terhadap orang lain justru bisa membuat orang lain jatuh sejatuh-jatuhnya. Karena ekspekttasi tersebut, akhirnya orang yang bersangkutan tidak bisa menikmati perjalanan hidupnya, tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, bahkan sampai tidak bisa mengenal dirinya sendiri dari saking sibuknya memenuhi ekspektasi orang lain. 
    Sambil  membantu temanku untuk keluar dari zona tersebut, aku mulai meyakinkan diri sendiri untuk tidak sibuk terhadap ekspektasi orang lain dan fokus terhadap keinginan dan pencapaian untuk membahagiakan orang-orang tersayang.