Saturday, September 11, 2021

"CIEEE" Sederhana dan Bermakna



     Semester tua, begitulah orang-orang menyebutnya. Semester tua bukan hanya tentang skripsi yang menurut orang-orang sangat menyeramkan karena kalau dikerjakan pasti bisa sidang wkwkw, melainkan tentang candaan teman-teman yang mulai berbeda. Dulu, ketika kami masih sama-sama mahasiswa baru dan belum basi, candaan kami hanya seputar dunia kampus seperti siapa yang lebih cepat lulus dan berapa banyak kegiatan kami. namun, akan sangat berbeda ketika kami sudah menginjak semester 7.                   Candaan kami mulai anti mainstream. banyak diantara kami yang candaannya adalah saling julid, artinya saling menjodohkan teman-teman entah serius atau tidak. Selain itu, pertanyaan nya pun juga seputar dunia percintaan. Why? Mungkin faktor U. Namun, dibalik faktor U, bisa jadi karena mereka kesepian wkwkw. Sedangkan orang yang seperti saya hahahah, justru menikmati masa semester tua dengan tidur di kos, baca buku ditemani indomie soto, ngopi sendiri, jalan-jalan sendiri dan rasanya merdeka.                  Sebagai korban yang selalu dijulidin, tentu saya merasa risih. Saya tidak mau dengan kata "cie cie" akan menjadi pengantar bertemunya saya dengan jodoh karena ceritanya kurang ber drama hahaha (bercanda). Parahnya adalah terkadang candaan pun bisa menjadi kenyataan hahaha karena tidak jarang orang yang dijadikan bahan julid justru bersatu hahaha. Unik bukan? terkadang suka heran, kenapa dengan kata "cie cie" lantas bisa membuat orang tertarik satu sama lain hahaha. Emang manusia sejatinya gampang terbalik hatinya seperti kalian yang sedang membaca tulisan ini, cieee hahaha.

Maaf kalau krik krik, tapi semoga kalian tidak suka aja hahaha bercanda. Semoga bermanfaat.

Tuesday, September 7, 2021

Kita Hanya Ingin Didengarkan, Bukan di Judge

Menurut Annisa Hapsari, social anxiety disorder, alias kecemasan sosial adalah rasa ketakutan ekstrem yang muncul ketika berada di tengah-tengah banyak orang.
Bagaimana rasanya jika kamu yang selalu berusaha untuk aktif dimanapun tiba-tiba takut untuk berkumpul dengan banyak orang?. Bagaimana rasanya jika ketika kamu bercerita bukanlah ketenangan yang kamu dapatkan, tetapi penilaian buruk yang mereka lontarkan?. 
Terakhir kali aku ingat akan momen dimana aku mengurung diri karena anxiety adalah pada tahun 2019 saat semuanya masih gelap gulita di pikiranku. Kini, anxiety itu kembali menyerang. Bukan karena tanpa alasan, tetapi apa yang aku takutkan terjadi. Orang-orang mengenalku sebagai perempuan kuat, tetapi apakah salah kalau aku masih berjuang dengan mentalku? Sekali dalam hidup, aku tidak mendapat kebebasan sekalipun hanya bermain. Aku merasa dibatasi, aku merasa dipermalukan di depan orang-orang dan sahabatku. Lantas, bagaimana jika orang yang kamu ajak cerita menilaimu sebagai orang yang lebay? Trust issue memang benar adanya. 
Sejak hari itu, hariku tak lagi bebas seperti biasanya, ketawaku ku bumbui dengan kemunafikan, nafsu makanku menurun sekalipun makan hanya karena beralasan kesehatan. Sejak hari itu, aku sulit fokus mengerjakan sesuatu. Aku tidak lagi percaya diri dalam berkegiatan. 
Hal paling besar yang aku rasakan adalah, aku takut untuk berkumpul dengan kumpulan orang tersebut. 
Ketika aku bercerita, bukan tanggapan yang aku harapkan. Aku hanya ingin didengarkan tanpa mendapatkan penilaian. 
Mental tidak bisa dilatih dengan waktu yang instant. Mental tidak hanya tentang hal besar, tetapi juga hal kecil yang menyakitkan. Sebagai sesama manusia, mungkin kita tidak merasakan apa yang orang-orang rasakan ketika mengalami depresi, anxiety disorder, dan masih banyak problem of mental lainnya. Namun, tugas kita hanyalah Mendengarkan dan menenangkan bukan memberikan penilaian.